PALU – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Tengah meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia untuk menarik kembali Keputusan Nomor 129 Tahun 2025 tentang Hasil Penilaian Peringkat Kinerja (Proper) Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2023–2024.

Penyerahan Proper tersebut dilakukan oleh Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, kepada PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan dipublikasikan melalui akun Instagram IMIP pada 25 April lalu. IMIP merupakan hasil kerja sama PT Bintang Delapan Mineral (BDM), Shingshan Steel Group, dan Sulawesi Mineral Indonesia (SMI).

Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Tengah, Sunardi Katili, mengatakan bahwa pemberian Proper terhadap perusahaan tambang dan kawasan industri pengolahan nikel harus dilakukan secara cermat, teliti, dan berdasarkan fakta-fakta di lapangan, bukan asal menilai.

Sunardi mengatakan, masifnya aktivitas pertambangan nikel di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara, menyebabkan kerusakan lingkungan dan menurunkan daya dukung alam, khususnya pencemaran sungai, laut, dan udara, serta meningkatnya risiko bencana banjir.

Sunardi menambahkan bahwa sejak 2023, program hilirisasi nikel telah menyebabkan meningkatnya kontaminasi kromium heksavalen (Cr6+) dalam air sungai. Hasil uji kualitas air di 10 titik menunjukkan paparan Cr6+ di Desa Onepute dan Desa Dampala, serta Sungai Bahodopi dan Sungai Labota.

“Jejak Cr6+ ditemukan mencapai 0,1 mg/L dan 0,075 mg/L, yang menunjukkan pencemaran cukup signifikan akibat aktivitas di kawasan IMIP,” katanya.

Menurut Sunardi, paparan Cr6+ berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika terhirup, dapat menyebabkan gangguan pernapasan seperti batuk, sesak napas, iritasi hidung, hingga kanker paru-paru. Selain itu, Cr6+ juga berisiko merusak kulit, menurunkan sistem kekebalan tubuh, serta menyebabkan gangguan pada ginjal dan hati.

“Tak hanya pencemaran air, PLTU batu bara milik IMIP juga berkontribusi besar terhadap pencemaran udara. Cerobong asap PLTU menyebabkan gangguan pernapasan, seperti ISPA, pada warga sekitar dan buruh yang bekerja di kawasan industri,” katanya.

Diperkirakan,kata Sunardi , kapasitas maksimum PLTU akan tercapai pada tahun 2027–2028.
Debu batu bara dari PLTU juga memasuki rumah-rumah warga, terutama di Dusun Kurisa, selama lima tahun terakhir. Air bersih  digunakan warga harus ditutup kain untuk menghindari kontaminasi debu.

“Di Desa Labota, sekolah SDN dan MTS Aljariyah yang hanya berjarak 100–200 meter dari cerobong PLTU, juga mengalami gangguan kebisingan dan debu. Tercatat, enam siswa berusia 12–13 tahun mengalami batuk dan sesak napas,” ujarnya.

WALHI mencatat, PLTU IMIP menggunakan 22.280.000 ton batu bara per hari. Dengan kebutuhan 4.000 ton batu bara per 1 MW listrik, maka emisi CO2 mencapai 12.811 ton per hari dari 20 unit PLTU berkapasitas 5.570 MW. Dalam setahun, IMIP menghasilkan 4.676.015 ton CO2 sangat signifikan terhadap pemanasan global, bertentangan dengan komitmen pemerintah menahan kenaikan suhu bumi di bawah 1,5°C.

Bencana banjir juga kerap terjadi sejak keberadaan IMIP. Pada 2020, banjir merendam 362 hektar sawah di Bungku Utara. Pada 2022, 500 KK terdampak dan 350 KK mengungsi akibat banjir di Bahodopi. Sungai Laa meluap di Desa Tompira, merendam 1.833 KK. Tahun 2023, banjir kembali menerjang tujuh desa di Morowali Utara dan Desa Labota di Bahodopi.

Dampak lingkungan juga terasa di wilayah pesisir. Di Desa Fatuvia, Dusun Kurisa, pendapatan nelayan menurun drastis. Laut dulu jernih kini keruh dan penuh lumpur sedimentasi. Perempuan dulu mencari kerang meti kini menjadi pemulung sampah plastik. Nelayan pun beralih profesi menjadi ojek laut melayani awak kapal di pelabuhan IMIP. Sumber daya laut seperti ikan dan kerang tak lagi berkembang akibat suhu air panas dan pencemaran limbah batu bara.

REPORTER :**/IKRAM