Jatuh cinta berjuta rasanya. Ada rasa bahagia, cemas bahkan sedih di waktu yang sama. Walau tak ada yang tahu mengenai misteri cinta, setiap orang pasti merasakan cinta setidaknya satu kali dalam hidupnya. Mengenai cinta, ia bisa muncul kapan saja, di mana dan pada sosok siapa saja.
Jelas, pemuda ini sedang jatuh cinta. Hatinya tertambat pada seorang gadis pujaannya. Semua serasa bunga, indah, wangi, penuh pesona. Wajahnya merona bahagia, pikirannya asyik dengan bayangan sumringah, gerak langkah badannya penuh gairah, bersemagat melebihi biasanya.
Guna meresmikan sempurnanya cinta itu, ia pun mendatangi gadis pujaannya. Melamar. Harapannya stinggi langit, sedalam samudra; cintanya akan diterima dan tidak bertepuk sebelah tangan. Cintanya berbalas sempurna. Lalu, keduanya menikah dengan penuh kebahagiaan bak raja dan permaisurinya.
Sayangnya, harapannya kabur bak fatamorgana. Seperti mimpi di siang bolong, wanita itu menolak lamarannya. Cintanya kandas bak kapal yang karam diempas badai di tengah lautan lepas yang amat luas.
Derita itu semakin menyakitkan. Bagai jatuh tertimpa langit tujuh lapis saat wanita itu menerima lamaran lelaki lain. Terbakar emosi, jiwanya menganga. Panas membara. Sebab cemburu, lelaki itu pun membunuhnya.
Tunai lakukan aksi bejat yang merupakan bisikan iblis terlaknat, ia menyesal. Hendak bertaubat, sesali dosa yang terlanjur menjadi bubur. Maka, lelaki ini pun mendatangi ‘Abdullah bin ‘Abbas. Seorang sahabat Nabi yang terkenal ‘alim dan faqih. Ia hendak mengadukan kejadian yang dialami dan niatnya untuk menebus salah dengan bertaubat.
“Apakah kamu masih memiliki ibu?” tanya ‘Abdullah bin ‘Abbas setelah mendengar penuturan lelaki itu.
“Tidak,” jawabnya singkat.
“Jika demikian,” tutur ‘Abdullah bin ‘Abbas sampaikan nasihat, “bertaubatlah kepada Allah Ta’ala, dan dekatkan dirimu kepada-Nya sebisa mungkin.”
Mengetahui kejadian itu, Atha’ bin Yasar pun mendatangi ‘Abdullah bin ‘Abbas. Tanyanya, “Mengapa engkau bertanya kepadanya terkait ibunya?”
“Sesungguhnya,” jelas ‘Abdullah bin ‘Abbas, “aku tidak tahu perbuatan yang paling dekat kepada Allah Ta’ala selain birrul walidain.”
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad ini menunjukkan betapa mulianya berbakti kepada ibu dan ayah. Berbakti kepada keduanya merupakan amal saleh yang setingkat di bawah penyembahan kepada-Nya.
Dalam riwayat yang lain juga disebutkan bahwa berbakti kepada orang tua berada di antara dua amalan utama; menyembah Allah Ta’ala dan jihad di jalan-Nya.
Sebaliknya, durhaka kepada orang tua diposisikan setingkat di bawah syirik. Sebuah dosa besar yang siksanya disegerakan di dunia sebelum azab abadi di akhirat kelak.
Rabbighfirlii waliwalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraan.
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua.
Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)