Kesucian Jiwa

oleh -
Ilustrasi. (Youtube/Yufid TV)

“Dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (Asy-Syams: 7-10)

Sumpah Allah Ta’ala  dengan jiwa (nafs) pada ayat ini merupakan kelanjutan dari sumpah Allah Ta’ala  dengan makhluk-makhluk-Nya yang agung; matahari, bulan, waktu siang dan malam, serta langit dan bumi.

Betapa tinggi dan besar nilai jiwa, karenanya Allah menutup sumpah-Nya dalam surah ini dengan jiwa dan mensejajarkannya dengan jajaran ciptaan-Nya yang agung.

Sungguh, Allah hanya bersumpah dengan sesuatu yang harus diperhatikan oleh hamba-hamba-Nya, termasuklah tentang pensucian jiwa ini yang seringkali dilalaikan oleh manusia.

Terhadap penciptaan-Nya, jiwa juga berbeda dengan ciptaan Allah yang lain. Ketika Allah Taala menciptakan jiwa manusia, Dia menciptakan bersamanya potensi untuk melakukan kebaikan atau keburukan sekaligus, dan menjadikan manusia mampu menggunakan anggota tubuhnya untuk memilih jalan yang dikehendaki.

Kebebasan memilih ini memiliki konsekuensi, mendapatkan ganjaran dan hukuman di hari perhitungan (pertanggungjawaban) kelak di hari kiamat.

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (Asy-Syams: 9-10)

Khalid bin Ma’dan, seorang tabi’in terkemuka menyatakan tentang penyempurnaan jiwa manusia agar meraih keberuntungan, “Tidak ada seorang hamba kecuali ia mempunyai empat mata. Dua mata di wajahnya untuk melihat perkara dunia, dan dua mata di hatinya untuk melihat perkara akhirat.

BACA JUGA :  PT IMIP Pekerjakan 17 Ribu Karyawan Perempuan, Ramah dan Tanpa Diskriminasi

 Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, Dia akan membukakan kedua matanya di hatinya, sehingga pemiliknya mampu memandang perkara akhirat, dan jika Allah menghendaki terhada seorang hamba selain itu, ia meninggalkannya sebagaimana adanya.

Jasad berasal dari tanah dan kebutuhannya adalah makan, minum, pakaian, dan hubungan lain jenis. Sedangkan ruh bersumber Allah yang ditiupkan kepada Adam as. Seperti disebutkan dalam firman-Nya, “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaaan)-Ku, maka tunduklah kamu (para malaikat) kepadanya dengan bersujud (kepada Adam as.).” (Al-Hijr: 29).

BACA JUGA :  Ketum PB Alkhairaat Serukan Kebangkitan di Maulid Akbar

Kebutuhan jiwa adalah setiap yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Taala, tilawah Al-Qur’an, shalat dengan khusyu’, banyak berpuas, membantu sesama dan lain sebaganya. Sayangnya banyak orang yang memahami diri mereka berkomponen jasad saja. Sehingga yang mereka perhatikan hanya untuk kebutuhannya, dari makanan, pakaian, atau kecantikan.

Setiap saat mereka memikirkan bagaimana keperluan untuk jasad mereka. Mereka bisa sedih, menderita dan takut jika jasadnya sakit atau rusak.

Namun mereka tidak memperhatikan kebutuhan komponen lain dari penopang jasadnya, bagi ruhnya. Padahal antara keduanya saling terkait. Juga ruh berinteraksi dan ‘tumbuh’ layaknya jasad bagi manusia. Ia membutuhkan makanan dan perhatian.

Jika ruh selalu menkonsumsi kebutuhan, makanannya, dari amalan yang baik, maka ruh menjadi sehat dan pemiliknya dapat memberikan nilai-nilai luhur bagi jasad. Tapi jika ia tidak mengkonsumsi makanannya, tidak diperhatikan lambat-laun hampa, sakit dan mati.

BACA JUGA :  PETI Merenggut Nyawa, Kriminalitas Merajalela

Dan ini akan mengakibatkan pemiliknya bukan saja tidak peduli terhadap ajaran-ajaran-Nya, tapi juga terhadap sesama, seperti bersedekah, membantu, seperti pengusaha di atas.

Inilah yang kebanyakan paham yang dianut  orang  Barat dengan paham serba bolehnya (hedonis), bermegah-megahan untuk kepentingan jasad tanpa ruh. Sehingga membuat kelalaian terhadap nilai-nilai kemanusiaan, menghalalkan segala cara demi jasad mereka. Benarlah kata Al-Qur’an, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.” (At-Takatsur: 1). Karenanya, yang tepat adalah memberikan keseimbangan pada kebutuhan jasad dan ruh kita.

Betapa sering dalam keseharian kita, disadari atau tidak, jiwa kita terkotori oleh ucapan kita, sikap dan perilaku serta tindakan kita. Semuanya memberi pengaruh terhadap kesucian jiwa yang Allah ciptakan hanya untuk manusia.

Maka untuk mengobati jiwa yang sakit, dan untuk meraih kemenangan dan menghindar dari kegagalan, Allah telah menawarkan petunjuk-Nya dalam surah Al-Mu’minun 1-10.  Baca dan renungkan makna  sepuluh ayat itu. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)