Pada suatu ketika Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali menulis kitab. Pada waktu itu orang menulis menggunakan tinta dan sebatang pena. Pena itu harus dicelupkan dulu ke dalam tinta, kemudian dipakai untuk menulis. Jika habis, dicelup lagi dan menulis lagi. Begitu seterusnya.
Di tengah kesibukan menulis itu, tiba-tiba terbanglah seekor lalat dan hinggap di mangkuk tinta Imam al-Ghazali. Lalat itu tampaknya sedang kehausan.
Ia meminum tinta di mangkuk itu. Melihat lalat yang kehausan itu, Imam al-Ghazali membiarkan saja lalat itu meminum tintanya. Lalat juga makhluk Allah yang harus diberikan kasih sayang, pikir Al-Ghazali.
Ketika Al-Ghazali wafat, selang beberapa hari kemudian, seorang ulama yang merupakan sahabat dekat beliau, bermimpi. Dalam mimpi itu terjadilah dialog. Sahabatnya itu bertanya, ”Wahai Hujattul Islam, Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu?”.
Al-Ghazali menjawab, “Allah telah menempatkanku di tempat yang paling baik”. “Gerangan apakah sampai engkau ditempatkan Allah ditempat yang paling baik itu? Apakah itu karena kealimanmu dan banyaknya kitab-kitab bermanfaat yang telah kau tulis?” tanya sahabatnya.
Al-Ghazali menjawab, ”Tidak, Allah memberiku tempat yang terbaik, hanya karena pada saat aku menulis aku memberikan kesempatan kepada seekor lalat untuk meminum tintaku karena kehausan. Aku lakukan itu karena aku sayang pada makhluk Allah”.
Dari kisah Imam Alqazali ini, memberi kita hikmah bahwa tidak ada salahnya jika kita menolong mahluk Allah. Bayangkan, hanya sekadar membiarkan lalat yang kehausan untuk minum saja menjadikan sebab seseorang masuk surga, apalagi memberi makan kepada sesama manusia. Bersedekah bagi sesama yang benar-benar membutuhkan.
Dalam hadits lain, Nabi bercerita ada seorang pelacur bisa masuk surga karena memberi minum seekor anjing.
Juga jangan remehkan dosa kecil karena dalam hadits diriwayatkan bahwa ada seorang wanita masuk neraka karena memelihara seekor kucing lalu mendzaliminya.
Jadi jangan remehkan amal kecil karena sebesar dzarroh pun akan diperhitungkan di akhirat kelak.
Allah Swt berfirman :”Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. 99: 7-8)
Kisah di atas juga mengajari kita untuk tidak atau jangan pernah meremehkan amalan (kebaikan) sekecil apapun, karena sesungguhnya kita tidak pernah tahu, bisa jadi amalan yang kita anggap kecil tersebut berarti besar di hadapan Allah Swt, dan justru amalan tersebutlah yang akan mengantarkan kita ke Surga. Sebaliknya kita juga tidak tahu bahwa mungkin dosa (yang dianggap kecil) bisa menjerumuskan kita ke lembah kehinaan, Neraka Jahanam. .
Hanya saja kita terkadang terlalu mengejar amal-amal besar dan meremehkan amal kecil, padahal ketika beramal kecil seringkali kita malah bisa sangat ikhlas.
Kebaikan itu tidak selalu kita menyumbang ke masjid, tapi sekadar menyingkirkan duri di jalanan atau sekedar memungut sampah permen, sekedar mengucap salam kepada sesama muslim yang belum kita kenal, sekedar senyum pada sahabat kita, tidak ada yang sia-sia.
Jika kita bisa melakukan amal-amal ringan, kenapa harus menunggu kesempatan untuk beramal besar? Bukankah juga Allah itu menyukai amalan yang berkelanjutan meskipun sedikit?
Boleh jadi amalan kecil yang pernah kita lakukan adalah amalan paling ikhlas sehingga bisa menyelamatkan kita di hari akhirat kelak. Boleh jadi amalan kecil itu menjadi pelindung kita dari siksa kubur, dan boleh jadi amalan kecil bisa menjadi perantara bagi dikabulkannya doa-doa kita. Boleh jadi juga amalan kecil tersebut menjadi penghapus dosa-dosa kita.
Karena itu marilah sejak saat ini, lakukanlah secara konsisten suatu amal ibadah yang kecil yang dilakukan ikhlas karena Allah Swt semata. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)