PALU – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Direktorat Pengembangan Strategi, tengah menjaring informasi terkait upaya mitigasi kebencanaan dari daerah dengan tingkat kerawanan gempa dan tsunami yang tinggi.

Salah satu tempat yang menjadi sampel adalah Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).

Informasi tersebut menjadi bahan kajian dalam merekomendasikan hal teknis meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana.

Untuk kepentingan itu, tim kajian BNPB RI mendatangi Dinas Pekerjaan Umum (PU) Palu, Senin (10/07).

Rombongan tim diterima Kepala Dinas PU Palu Singgih B Prasetyo bersama Sekretaris Dinas Ismayadin Parigade dan Kepala Bidang Bina Marga, M Aris.

Dalam diskusi singkat itu, Singgih mengurai segala upaya yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Palu sesaat setelah terjadi bencana alam 28 September 2018 silam, hingga pada masa tanggap darurat dan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR).

Singgih yang sebelumnya juga menjabat Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), mengutarakan beberapa kendala yang dihadapi pemerintah daerah kala itu, mulai dari tidak maksimalnya Early Warning Sistem (EWS), kesemrawutan sistem pendataan warga terdampak, tumpang tindih kewenangan, hingga permasalahan teknis dalam tahap RR terkait pembebasan lahan dan persyaratan penerima manfaat bantuan kebencanaan.

Kemudian upaya dalam menerapkan sistem peringatan dini bencana berbasis kearifan lokal dan penetapan zona rawan bencana.

“Termasuk upaya dan kendala teknis menerapkan sistem ketahanan bangunan perumahan terhadap potensi gempa, tsunami dan likuifaksi,” katanya.

Singgih dalam kesempatan ini menekankan khusus prihal pendataan ketika terjadi bencana.

Menurutnya, data merupakan basis informasi yang sangat urgensi dalam hal penanganan dampak bencana. Karenanya ia mengaku isu pendataan ini menjadi isu strategis dalam hal kajian peningkatan kewaspadaan kebencanaan BNPB RI.

Koordinator Tim BNPB RI, Qurrata kepada media ini menjelaskan, BNPB baru saja membentuk Direktorat Pengembangan Strategi PB BNPB.

Direktorat ini menjalankan program kajian secara mikro akan kebutuhan startegi terhadap daerah rawan bencana dalam meningkatan kasiapsiagaan pemerintah dan masyarakat menghadapi potensial bencana gempa dan tsunami.

“Direktorat ini baru terbentuk dari sebelumnya pra bencana. Fokus kajiannya mulai dari simulasi dan mitigasi. Sebelumnya belum ada yang menanungi ini di BNPB,” ungkap Qurrata.

Menurutnya, hasil kajian nantinya akan didorong ke BNPB sebagai pertimbangan teknis untuk melahirkan kebijakan.

Sejauh ini, kata Qurrata, pihaknya juga banyak mendapat isu yang terbentur secara administrasi antara pemerintah pusat dan daerah.

“Maka isu daerah ini akan diangkat ke nasional,” katanya.

Untuk wilayah Sulteng, kajian ini dilakukan di tiga daerah yakni Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Parigi Moutong.

Sedangkan instansi teknis yang didatangi adalah semua instansi terkait dengan penanganan kebencanaan.

“Namun biasanya itu di Bappeda, BPBD dan Dina Pekerjaan Umum,” ujarnya.

Dalam waktu dekat, pihaknya juga akan melaksanakan Focus Discussion Group (FGD) terhadap seluruh hasil kajian yang diperoleh dari kabupaten/kota.

“Nantinya hasil kajian itu kami rekomendasikan per kabupaten dan kota hingga mendorongnya menjadi kebijakan dalam bentuk regulasi ditingkat nasional,” tandasnya.

Reporter : Hamid/Editor : Rifay