PALU – Kelompok masyarakat dari Laskar Topo Tara menggelar aksi damai di depan Mapolda Sulteng, Ahad (01/06).
Aksi itu merupakan rangkaian dari pawai kebangsaan dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila, sekaligus Hari Lahir Laskar Topo Tara, 01 Juni 2025.
Dalam aksi tersebut, mereka membentangkan spanduk bertuliskan “ADA APA DENGAN POLDA SULTENG..? MENUTUP MATA TERHADAP TAMBANG ILEGAL DI DEPAN MATA. DI KAWASAN LINGKAR TAMBANG.
Selain itu, ada pula spanduk bertuliskan “TOLAK TAMBANG ILEGAL YANG MENGATASNAMAKAN MASYARAKAT LINGKAR TAMBANG”.
Dalam aksi tersebut, Laskar Topo Tara meminta kepolisian untuk melakukan penindakan terhadap tambang-tambang ilegal yang selama ini selalu mengatasnamakan tambang rakyat.
“Tadi itu kami memberikan warning awal kepada Polda Sulteng. Selanjutnya, kami akan meminta Kapolri dan Presiden untuk ambil peran dalam pemberantasan tambang ilegal ini. Karena patut diduga ada oknum yang bermain dan melindungi aktivitas ilegal ini,” kata Ketua Laskar Topo Tara, Ismail, kepada media ini.
Ismail menambahkan, saat ini aktivitas tambang ilegal semakin menjamur, khususnya di Poboya, tepatnya di atas lahan Kontrak Karya (KK) PT Citra Palu Minerals (CPM).
“Selama ini, mereka selalu mengatasnamakan bahwa tambang itu masyarakat yang punya. Kami pertanyakan, kalau itu tambang rakyat, yang kelola siapa? Kemudian ketika itu atas nama tambang rakyat lingkar tambang, masyarakat lingkar tambang yang mana? Ada berapa masyarakat lingkar tambang yang bisa masuk ke sana,” tanya Ismail.
Justru, kata dia, yang ada saat ini adalah pemilik-pemilik modal. Sebab, kata dia, mengatasnamakan tambang rakyat, tapi beraktivitasnya memakai alat berat.
“Di mana ada rakyat yang punya modal miliaran untuk perendaman dan membeli alat berat,” ujarnya.
Menurutnya, jika tambang yang dikelola secara manual dan selama ini diberikan ruang oleh CPM, yang istilahnya hanya mencari sesuap nasi, itu baru benar-benar dilakukan oleh rakyat.
“Nah kalau itu kami dukung. Tapi yang ada hari ini di Poboya adalah perendaman sesuai hasil investigasi yang dilakukan Jatam. Itu yang selalu mengatasnamakan tambang rakyat. Ketika kita masuk ke dalam, selalu memakai atas nama semua. Tapi sebenarnya itu hanya dikuasai satu dua orang saja,” ungkapnya.
Menurutnya, kondisi itulah yang dilawan oleh Laskar Topo Tara. Pihaknya memminta aparat kepolisian untuk tegas.
“Kami juga mempertanyakan ada apa dengan Polda Sulteng. Padahal bisa dikatakan kegiatan tambang ilegal ini di depan mata Polda sendiri, dekat dengan Markas Polda Sulteng, bahkan lebih dekat dari sekretariat kami. Pertanyaannya kenapa tidak tersentuh,” imbuhnya.
Sebelumnya, awak media ini mendapatkan informasi terbaru, bahwa di wilayah konsensi PT CPM, khususnya di lokasi yang mereka sebut “Kijang 30”, terdapat enam alat berat yang sedang beroperasi.
“Ada juga info bahwa ada dua alat berat lagi yang mau masuk ke Kijang 30,” ungkap Sumber media ini yang tidak bersedia namanya ditulis, Kamis (29/05).
Sumber dari media ini merupakan salah satu penambang manual yang melakukan aktivitas sehari-hari di wilayah itu. Ia bersama rekan-rekannya yang menggali material secara manual, mengaku resah dengan kedatangan alat-alat berat tersebut.
“Mereka ini sudah yang mengatasnamakan kami-kami di sini, katanya tambang rakyat, tapi bawa alat berat. Akhirnya kami di sini yang kena dampaknya,” ungkap Sumber, kesal.
Bahkan, masyarakat sendiri khawatir, jika kondisi ini terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi kericuhan di antara sesama, karena sudah mulai timbul kecemburuan sosial dari penambang yang hanya menggunakan alat seadanya dengan mereka yang menggunakan alat berat.
Dengan adanya kondisi ini, maka sebagian warga penambang manual, mulai berpindah tempat dari Kijang 30 bergerak ke Vavolapo.
“Karena saat ada alat berat operasi, kami tidak berani melakukan aktivitas, takut tertimbun atau terkena reruntuhan material,” ungkap Sumber. RIFAY