Penanganan Kasus Penganiayaan Libatkan Pengusaha Tambang Lambat

oleh -
Dari kanan Koordinator KRAK Sulteng Harsono Bareki, Penasihat Hukum Elvis Di Katuwu, dan korban George bersama rekan kerjanya saat memberi keterangan pers di Kota Palu. Rabu (31/5). Foto: IKRAM

PALU – Kinerja penyidik ​​Ditreskrimum Polda Sulteng patut dipertanyakan. Pasalnya, sudah satu tahun lebih proses penanganan kasus dugaan penganiayaan dilaporkan korban George Robert Terry tidak menuai kejelasan.

Disinyalir, penyidik ​​sengaja memperlambat atau melarut-larutkan penanganan kasus itu, karena dugaan sanksi terjadi di JL. Cut Nyak Dien, pada April 2022 silam tersebut dilakukan lebih dari satu orang pelaku.

Bahkan melibatkan salah satu pengusaha tambang di Palu yang diduga menjadi aktor dari semua peristiwa kejahatan tersebut.

Kasus penganiayaan dialami George Robert Terry resmi dilaporkannya dengan nomor LP/B/121/IV/2022/SPKT/Polda Sulteng tanggal 16 April 2022.

Lanjut George Robert Terry, pasca melaporkan beberapa pelaku telah dimintai keterangan bahkan telah dilakukan penahanan. Namun, tidak begitu lama para pelaku kemudian dibebaskan lagi, tanpa dilakukan proses lebih lanjut.

“Saya hanya mengharapkan keadilan. Penganiayaan itu membuat saya pingsan bahkan mengeluarkan darah. Bahkan dampaknya masih terasa hingga saat ini,” kata George saat itu didampingi penasihat hukumnya Dr. Elvis DJ Katuwu, S.H., MH, serta Direktur Koalisi Rakyat Anti Korupsi (KRAK) Sulteng, Harsono Bareki di Rumah makan Olamita , Jalan Rajawali, Kota Palu, Rabu (31/5).

Kemudian, selaku penasihat hukum Elvis DJ Katuwu mengaku sangat kecewa terhadap penegak hukum khususnya penyidikan Ditreskrimum Polda Sulteng yang begitu lambat dan sangat lama dalam menangani kasus penganiayaan dilaporkan kliennya.

Dia menilai, kasus yang terkesan diabaikan begitu saja dan kondisi itu menunjukan oknum penyidik ​​yang menangani masalah itu tidak profesional.

“Oknum oknum penyidik ​​seperti ini harus dibersihkan. Karena hanya menyubat jalur penanganan dari penegakan hukum dilakukan Polda Sulteng, terhadap setiap masyarakat yang mengharapkan atau menginginkan keadilan,” terangnya.

Elvis menjelaskan, para pelaku yang datang melakukan penganiayaan tidak diketahui korbannya dan hanya orang suruhan. Karena sebelum kejadian penganiayaan korban lebih dulu berselisih paham dengan seorang ibu rumah tangga (Ci) yang rumahnya berada tepat di samping ruko tempat korban bekerja termasuk dengan salah satu saudara lelaki laki-laki dari wanita itu yang diduga oknum pengusaha tambang di Palu, terkait masalah parkiran kendaraan proyek.

“Tidak begitu lama, datang para pelaku. Sebelum melakukan aksinya para pelaku lebih dulu kerumah warga (Ci) itu. Ci itu kemudian menunjuk ke korban, dari situ para pelaku mendatangi korban dan langsung mengoroyok korban,” urai Elvis.

Oleh karena itu sejak awal pelaporan di Polda Sulteng, Elvis mengharapkan agar penyidik ​​tidak hanya memproses pelaku yang beraksi dilapangan tetapi juga harus menyeret pelaku atau pihak yang menyuruh para pelaku termasuk warga Ci tersebut.

“Pelaku yang menganiaya sudah sempat ditahan bahkan lebih dari 1×24 jam. Tapi mereka dilepas lagi. Itu bisa terjadi kemungkinan terjadinya peristiwa penganiayaan itu. Tapi kenapa sudah setahun lebih proses penangannya tidak jelas seperti apa. Saya berharap kapolda baru harus menuntaskan ini, jika perlu oknum oknum penyidik ​​yang tidak bekerja profesional disingkirkan saja, karena hanya merusak, citra polisi,” harap Elvis.

Jika tidak ditangani dengan serius dan tuntas, pengacara yang pernah menangani kasus sandal jepit itu bersama korban akan melanjutkan pelaporan ke Mabes Polri.

Dikonfirmasi terpisah Kabid Humas Polda Sulteng , Kombes Pol.Djoko Wienartono dalam WhatsApp minta waktu mengecek dulu. Hingga berita ini naik tayang belum memberikan respon. (IKRAM)