Komnas HAM: Pembela HAM Bebas dari Tuntutan

oleh -
Diseminasi HAM Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Nomor 6 tentang Pembela HAM, yang berlangsung di Sekretariat Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, di Jalan Letjen Suprapto, Kota Palu, Selasa (24/9). Foto : MAL/IKRAM

PALU- Komisioner Pengaduan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI, Hari Kurniawan, menegaskan bahwa Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) tidak dapat dikenakan tuntutan pidana atau perdata.

Pernyataan tersebut disampaikan saat Hari Kurniawan menjadi pembicara dalam Diseminasi HAM Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Nomor 6 tentang Pembela HAM, yang berlangsung di Sekretariat Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, di Jalan Letjen Suprapto, Kota Palu, Selasa (24/9).

Ia menjelaskan bahwa Pembela HAM mencakup setiap individu yang bekerja untuk memenuhi dan melindungi hak-hak asasi manusia, termasuk mereka yang melindungi hak-hak terkait agama, lingkungan, dan disabilitas.

“Dengan adanya SNP No. 6 tentang Pembela HAM, hal ini memudahkan semua pihak dalam memenuhi, melindungi, memajukan, dan menegakkan HAM,” ujar Hari, yang juga Ketua Tim HRD Komnas HAM.

Hari menambahkan bahwa SNP ini juga dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan peraturan daerah terkait HAM. Ia menekankan perlunya revisi Undang-Undang HAM untuk memasukkan ketentuan yang memperkuat perlindungan terhadap Pembela HAM.

Aktivis Agraria dan HAM, Eva Susanti Bande, mengungkapkan bahwa antara tahun 2020 hingga 2024, sekitar 30 aktivis mengalami kriminalisasi.

Menurutnya, pekerjaan Pembela HAM merupakan bagian dari usaha membantu pemerintah dalam menjalankan kewajibannya di berbagai sektor. Tanpa perlindungan yang tepat, kriminalisasi dan pelanggaran HAM akan terus terjadi.

Ia menilai bahwa pelanggaran HAM sering terjadi akibat masalah struktural, seperti kemiskinan, konflik agraria, hingga penerbitan izin yang tiba-tiba tanpa mempertimbangkan hak-hak masyarakat. Di sisi lain, kurangnya keadilan dan adanya impunitas bagi perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran semakin memperburuk situasi.

“Namun, ketika rakyat berjuang, jika terjadi insiden di lapangan, justru aparat yang turun untuk menindak mereka,” ungkap Eva, yang juga penerima Yap Thiam Hien Award.

Dedi Askary, Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, mengungkapkan bahwa kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi terhadap warga sipil dan organisasi masyarakat sipil masih sering terjadi, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Pada tahun 2021, Komnas HAM menyusun SNP tentang Pembela HAM, sebagai panduan praktis untuk memudahkan pihak-pihak yang terlibat, terutama penyelenggara negara dan aparat penegak hukum, dalam memahami dan mematuhi aturan terkait HAM.

Dedi juga menyoroti bahwa kriminalisasi terhadap petani perkebunan dan masyarakat tambang masih sering terjadi, meskipun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengeluarkan peraturan yang memberikan perlindungan hukum kepada individu yang memperjuangkan lingkungan hidup.

“Harapan kami adalah agar Pembela HAM mendapatkan perlindungan hukum yang kuat, sehingga kehadiran instrumen-instrumen hukum dapat melindungi mereka dalam menjalankan tugas mulianya,” kata Dedi.

Reporter : IKRAM