Ayatnya ringkas, tiga ayat saja. Namun, kandungannya teramat luas. Kita kerap mendengarnya dibaca saat shalat berjamaah secara jahr. Saat kecil pun, surah ini menjadi favorit. Pendek dan mudah dihafal.

Surah al-Ashr adalah surah Makiyah. Sebagaimana karakter surah Makiyah, isinya adalah peneguhan perjuangan. Bagaimana cara menjalani hidup dan kehidupan termaktub dalam surah yang turun saat dakwah di Makkah.

Waktu adalah karunia yang sangat berharga. Betapa pentingnya waktu hingga Allah Swt. bersumpah dalam AI Quran, “Wal ‘Ashri (Demi waktu)”, “Wadh Dhuha (Demi waktu dhuha)”, “Wal Lail (Demi waktu malam)”.

Waktu adalah modal yang sangat besar untuk hidup kita. Setiap orang di dunia ini mendapatkan modal yang sama yaitu 24 jam sehari, 168 jam seminggu, 672 jam sebulan, dan seterusnya. Akan tetapi, mengapa kemudian ada orang yang sukses dan ada yang tertinggal, ada yang beruntung ada dan ada yang merugi?

Mari kita simak keteladanan yang ditunjukkan oleh suri teladan kita Rasulullah Saw., para sahabat dan generasi setelahnya. Rasulullah Saw. dalam tempo 23 tahun mampu membawa Islam menjadi peradaban besar di dunia, hingga sekarang dan masa yang akan datang. Insya Allah.

Beliau juga mengikuti 80 peperangan dalam kurun waktu 10 tahun dalam rangka membela Islam. Dalam waktu-waktu tersebut beliau juga sukses memberikan contoh bagaimana menyayangi sesama dan menjadi pemimpin yang adil lagi bijaksana.

Ada sebuah kebiasaan yang kerap dilakukan para sahabat jika menyangkut surah al-Ashr. Imam Thabrani dalam Al-Mu’jim Al-Awsath dan Imam Baihaqi dalam Syu’ab Al-Imam meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Hudzifah RA. Ia berkata, “Dua sahabat Rasulullah SAW jika sudah bertemu tidak akan berpisah hingga salah satu dari keduanya membacakan surah al-Ashr kemudian mengucapkan salam.”

Lihatlah kebiasaan generasi yang disebut Rasulullah SAW sebagai generasi terbaik. Mereka melihat keutamaan yang sangat agung dalam surah yang ringkas ini. Meresapi maknanya adalah salah satu cara untuk melihat secara utuh kandungan besar surah ini.

Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam tafsir Al-Wasith menjelaskan, Allah SWT mengawali ayat ini dengan sumpah demi waktu. Waktu atau masa adalah rentetan pelajaran yang harus direnungi manusia. Ada  pergiliran siang dan malam, gelap dan terang silih berganti. Hal ini menandakan jika kondisi kehidupan akan terus dinamis.

Waktu sebagai objek sumpah juga sangat penting. Bahkan, kita dimakruhkan mencela waktu. Rasulullah SAW bersabda, “Jangan mencela waktu karena Allah-lah (pencipta) waktu.”

Kemudian Allah menerangkan sejatinya tiap insan berada dalam kondisi serbarugi. Ia rugi baik dalam perdagangan, pekerjaan, maupun amal di dunia. Syekh Wahbah menjelaskan, kerugian ini jelas tampak pada orang-orang yang tidak beriman. Mereka menderita kerugian di dunia dan di akhirat. Dan itulah makna kerugian yang sebenarnya.

Zaid bin Tsabit ra. bisa menguasai bahasa Parsi hanya dalam waktu dua bulan saja. Kemudian beliau dipercaya sebagai sekretaris Rasulullah Saw. dan penghimpun ayat-ayat Al Quran dalam sebuah mushaf.

Sedangkan Abu Hurairah ra. masuk Islam dalam usia 60 tahun, dan ketika wafat di usia 80 tahun beliau telah menghafal 5.374 hadits secara akurat. Beliau adalah sahabat yang paling banyak menghafal hadits.

Begitulah sahabat Rasulullah menghargai waktu. Bagaimana dengan kita. Renungkanlah bagaimana waktu yang sudah kita lalui.

Sudahkah kita mengisinya dengan hal-hal bermanfaat sebagai wujud syukur kita kepada Allah Swt.? Ataukah malah sebaliknya, berlalu begitu saja secara sia-sia?. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)