PALU – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng) mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk membubarkan Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL).

Walhi menilai, BBTNLL sebagai pihak yang berwenang, telah gagal mengelola Taman Nasional Lore Lindu selama berpuluh tahun.

Terbukti, sejak 2016 hingga saat ini, aktivitas pertambangan ilegal (peti) terus berlangsung dan semakin masif di wilayah TNLL, tepatnya di Dongi-Dongi, Kabupaten Poso.

Direktur Eksekutif Walhi Sulteng, Abdul Haris, Jumat (18/09), mengatakan, seharusnya BBTNLL memperketat pengawasan atas potensi kerusakan hutan di TNLL. Selain itu mengambil langkah untuk mendorong penegakan hukum atas pelanggaran yang terjadi di kawasan konservasi tersebut.

Namun, kata dia, sampai hari ini BBTNLL tidak melakukan langkah semacam ini. BBTNLL dianggap tidak memiliki upaya dan langkah serius untuk menangani aktivitas serampangan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun itu.

“Aktivitas pertambangan logam emas di TNLL sama sekali tidak memberi kontribusi terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Justru dengan kehadiran pertambangan telah mengakibatkan kerusakan lingkungan di wilayah tersebut,” tekannya.

Menurutnya, tidak benar dan patut dipertanyakan jika aktivitas di Dongi-Dongi itu disebut pertambangan rakyat, sebab tidak ada konsep pengelolaan yang jelas.

“Siapa yang punya lokasi dan lubang-lubang tambang di Dongi-Dongi? Siapa yang mengelola dan siapa yang mengambil dan merasakan untungnya? Tentu pengusaha, bukan masyarakat Dongi-Dongi,” tuturnya.

Bahkan, kata dia, patut diduga jika pertambangan di Dongi-Dongi merupakan masalah kompleks yang melibatkan banyak pihak.

“Kalau mau jujur, apakah aparat pemerintah, keamanan, dan aparat TNLL tidak terlibat?,” katanya.

Berdasarkan pantauan lapangan yang dilakukan Walhi, di wilayah Dongi-Dongi bermukim ribuan kepala keluarga petani yang sejak tahun 2001 sampai saat ini mengelola kurang lebih 3.000 hektar lahan pertanian dan perkebunan.

“Pola pengolahan saat ini menggambarkan bahwa masyarakat setempat masih mempedulikan sisi ekologi,” pungkasnya.

Berdasarkn keterangan Ketua Forum Petani Merdeka (FPM) Dongi-Dongi, Irzan, dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) tidak dibenarkan melakukan pertambangan di Ngata Katuvua Dongi-Dongi dan TNLL.

Kata Irzan, masyarakat Dongi-Dongi adalah petani, bukan penambang. Karenanya, ia meminta agar pemerintah dan aparat tidak mengkambinghitamkan petani atas aktivitas pertambangan di wilayah itu.

“Penangkapan warga Dongi-Dongi beberapa waktu lalu adalah upaya untuk mengkambinghitamkan petani,” tegasnya.

Terpisah, Kepala BBTNLL, Jusman membantah tudingan bahwa pihaknya tak mampu menjalankan seluruh kewenangan, tugas serta fungsinya.

Hingga saat ini, pihaknya sudah sering melakukan pencegahan dan menindak pelaku-pelaku penambang liar.

“Jadi kita ini seperti main kucing-kucingan saja dengan mereka itu,” katanya.

Karena itu, lanjut dia, koordinas bersama Polda Sulteng serta seluruh komponen yang berwenang, terus berjalan dengan baik.

“Pencegahan ini bukan berarti penindakan seperti menangkap pelaku saja, tapi juga mengedepankan cara-cara edukasi maupun pembinaan kepada seluruh masyarakat bahwa pertambangan yang dilakukan itu sangat berbahaya, tidak hanya terhadap kerusakan lingkungan, juga keberlangsungan kita sendiri sebagai makhluk hidup,” bebernya.

Menurutnya, persoalan di Dongi-Dongi memang perlu waktu dan proses untuk menyelesaikannya.

“Semua komponen terpadu yang berwenang terlibat aktif untuk mencegahnya,” pungkasnya.

Reporter : Faldi
Editor : Rifay