Sebut Dana Bencana Tidak Transparan, Wali Kota Pertanyakan “Kicauan” Yahdi Basma

oleh -
Hidayat

PALU – Wali Kota Palu, Hidayat angkat bicara mengenai pernyataan salah satu Anggota DPRD Provinsi Sulteng, Yahdi Basma yang menyebut bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Palu maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng tidak transparan dalam mengelola dana kebencanaan.

Menurut Hidayat, pernyataan tersebut dikemukakan Yahdi di salah satu media televisi.

“Dana mana yang dimaksud Yahdi yang tidak transparan. Sebaiknya dia menunjukan daftar dana-dana dari pusat yang diberikan kepada provinsi, kabupaten atau kota, Kalau dia tidak bisa menunjukan itu namanya karangan bebas alias fitnah,” kesal Hidayat, Jumat (26/06).

Kata dia, jika fitnah selalu dihembuskan, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi kebingungan di masyarakat dan bisa berpotensi terjadi kekacauan, apalagi sedang masa pandemi virus corona saat ini.

Ia pun meminta kepada Yahdi Basma agar bisa membantu pemerintah memperjuangkan hak- hak masyarakat yang belum terpenuhi oleh pemerintah pusat. 

“Seperti saat ini belum selesainya pembayaran santunan duka dari Kementerian Sosial dan hak-hak lain. Maka melalui kedudukannya sebagai anggota partai maupun anggota DPRD, daripada hanya menuduh bahwa sudah banyak dana pemerintah pusat yang digelontorkan ke daerah yang menurutnya tidak transparan, sebaiknya ditunjukan kepada masyarakat dana mana yang telah dia perjuangkan,” tantang Hidayat.

Menurut Hidayat, pemerintah provinsi, kabupaten dan kota sudah berupaya maksimal menyiapkan lahan pembangunan hunian tetap (huntap) bagi korban bencana alam di beberapa tempat.

Khusus di Kota Palu, kata dia, terdapat empat lokasi pembangunan huntap, yaitu di belakang Kampus Untad, belakang Polda Sulteng, belakang STQ dan di Kelurahan Duyu. Selain itu juga terdapat lokasi Huntap Satelit di Kelurahan Balaroa yang merupakan lahan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Palu sekitar 4 hektar lebih.

“Tuntunan masyarakat Petobo agar huntap dibangun di wilayahnya. Kalau ada lahan yang tersedia, pasti dibangun, namun lahan tidak tersedia,” jelasnya.

Lebih lanjut Hidayat mengatakan, sesuai rencana awal, Kementerian PUPR akan membangun huntap di lahan 115 hektar yang diupayakan bersama Pemkab Sigi. Namun, kata dia, lahan tersebut sudah dijual masyarakat kepada pihak lain dan saat ini sudah ada sertifikat.

“Kami berupaya lagi mengundang semua pemilik sertifikat di atas lahan 115 hektar tersebut, kiranya bisa dengan ikhlas memberikan/melepas 45 hektar untuk kepentingan pembangunan huntap dan fasilitas umum (fasum), fasilitas sosial (fasos) bagi saudara saudara kita di Kelurahan Petobo. Namun pemilik lahan tidak berkenan dan meminta pembebasan lahan senilai Rp450 ribu per meter,” bebernya.

Namun, kata dia, pihaknya menawarkan skema lain penyedian perumahan bagi warga, yaitu huntap mandiri. Sebelumnya, lanjut dia, sudah banyak masyarakat Petobo yang mendaftar, tetapi ada isu yang dihembuskan oleh orang-orang yang sengaja mengacaukan situasi, bahwa akan dibangun huntap dilokasi 115 hektar tersebut, sehingga masyarakat menarik diri untuk dibangunkan huntap mandiri.

“Saya kira upaya kita sudah sangat maksimal memperjuangkan hak-hak warga untuk secepatnya mendapatkan huntap yang layak, tetapi bila warga tetap masih mengikuti iming- iming orang yang tidak bertanggung jawab, maka akan semakin lama mendapat hak  hunian yang layak dan akan merugikan masyarakat itu sendiri,” terangnya.

Dirinya mengajak kepada seluruh komponen yang ada untuk berpikir jernih dan logis dengan mengutamakan kepentingan masyarakat agar segera terlepas dari beban psikologi bekepanjangan dan bisa hidup secar layak.

“Mari kita hentikan dulu kepentingan yang lain. Prioritaskalah dulu kehidupan yang layak bagi saudara-saudara kita yang sudah cukup menderita akibat bencana alam,” harapnya. (HAMID)