PALU – Komite Internasional Palang Merah atau The International Committee of the Red Cross (ICRC) bersama dengan para pemangku kepentingan, menggelar diskusi tentang manajemen jenazah, di salah satu hotel di Kota Palu.

Diskusi dan sharing pengalaman itu sudah dilaksanakan pada sehari sebelumnya, Selasa (26/02) dua lalu, kemudian dilanjutkan dengan sesi praktik pencarian dan pemulihan jenazah, Rabu (27/02) sampai Kamis (28/02).

Rangkaian kegiatan selama tiga hari ini diikuti oleh setidaknya 49 orang dari berbagai institusi dan 11 jurnalis lokal sebagai pengamat.

Kegiatan ini melibatkan beberapa institusi yang terlibat secara aktif dan memiliki perhatian khusus pada upaya penanganan jenazah, seperti TNI, Polri, Dinas Sosial, BPBD, akademisi, Palang Merah Indonesia (PMI), Dompet Dhuafa, dan beberapa institusi dan organisasi lain.

Rangkaian kegiatan ini difasilitasi pakar forensik ICRC, Eva Bruenisholz yang juga dihadiri Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor-Leste, Alexandre Faite.

Alexandre mengatakan, diskusi dan sharing itu penting bagi ICRC untuk mendengar pengalaman dari semua pihak yang terlibat di lapangan.

“ICRC mengadakan kegiatan seperti ini bukan untuk menggurui, tetapi untuk belajar dari pengalaman respon bencana,” katanya.

Dari pengalaman itu, kata dia, maka pihaknya berharap ada kerja sama dalam mengembangkan dan merumuskan kembali beberapa panduan tanggap bencana berskala besar, khususnya di bidang manajemen jenazah.

Sementara itu, sesi praktik pencarian dan pemulihan jenazah pada hari kedua dan ketiga didasarkan pada panduan yang disusun bersama-sama oleh beberapa organisasi internasional, termasuk ICRC dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Sesi ini diikuti oleh para relawan dan memperkenalkan kepada peserta tentang praktik dan standar pencarian dan pemulihan jenazah yang sudah diterima secara internasional.

Menurut Eva Bruenisholz, sesi ini penting bagi responden pertama karena mereka adalah aktor penting di lapangan pada saat bencana.

“Peran responden pertama sangat penting karena keberhasilan untuk mengidentifikasi korban, terutama ketika korban dalam jumlah yang sangat besar, sangat bergantung pada langkah-langkah yang ditempuh oleh perespon pertama,” papar Eva.

Dalam beberapa dekade terakhir, forensik, terutama manajemen jenazah, menjadi perhatian ICRC.

“Sebagai organisasi yang bergerak di bidang kemanusiaan, ICRC hendak memastikan agar jenazah orang-orang yang meninggal pada saat konflik atau bencana, atau ketika bermigrasi, diperlakukan dengan penuh hormat dan secara bermartabat,” tutupnya. (IKRAM)