BANDUNG – Fenomena homeless media atau jurnalisme warga semakin berkembang seiring meningkatnya penggunaan media sosial dan smartphone.

Istilah ini merujuk pada konten digital tanpa platform tetap atau media alternatif di luar arus utama, seperti zine, seni jalanan, atau karya digital yang tidak terikat institusi.

Homeless media memungkinkan masyarakat dari berbagai latar belakang menyampaikan informasi secara cepat. Namun, kecepatan ini sering kali mengorbankan akurasi, menjadikannya rentan terhadap penyebaran hoaks. Minimnya pengawasan editorial, anonimitas kreator, serta kurangnya verifikasi data menjadi tantangan utama.

Menurut Direktur Eksekutif Medialink, Ahmad Faisol, jurnalisme warga telah menjadi bagian penting ekosistem media Indonesia. “Homeless media harus memastikan informasi yang disampaikan akurat dan dapat dipercaya, bukan menjadi sumber hoaks,” tegasnya.

Untuk mengatasi kelemahan ini, Medialink mengadakan pelatihan di Bandung pada 21 November 2024, guna meningkatkan kesadaran verifikasi informasi.

Manajer Program Medialink, Leli Qomarulaeli, menyebut bahwa hoaks sering memanfaatkan format khas homeless media seperti video pendek dan meme, yang sulit dilacak asal-usulnya.

Jika dikelola dengan baik, homeless media berpotensi menjadi alat efektif untuk menangkal hoaks, terutama melalui komunitas yang melakukan fact-checking kolektif. Upaya ini perlu didukung literasi digital, teknologi pelacak konten, dan kolaborasi dengan organisasi pengecek fakta.

“Pelatihan praktis untuk menyajikan data akurat dengan cepat adalah langkah penting menciptakan komunitas media yang sehat,” tutup Faisol.

Reporter :**/IKRAM