Oleh: Pantjewa
Kedatangan Guru Tua di Indonesia.
Guru Tua, nama aslinya : Sayyid Idrus Al Jufri, dilahirkan pada hari senin 14 Sya’ban 1309 H, bertepatan dengan tanggal 15 maret 1890. Dilahirkan di kota Taris, sebuah distrik sekitar 5 Km dari kota Siwun Hadhramaut Yaman.
Ayah Guru Tua Sayyid Salim bin Alawi Al Jufri (1253-1335 H, 1835 M – 1916 M), kemudian Guru Tua dikenal nama lengkap : Sayyid Idrus bin Salim Al Jufri, ibunya bernama Syarifah Nur Al Jufri asal Wajo Sengkang Sulawesi Selatan.
Sebelum ke Indonesia, Guru Tua mengembara kesejumlah wilayah Arab, berguru kepada belasan ulama besar dalam berbagai disiplin ilmu tentang Islam. Mengenai pengembaraan menuntut ilmu serta kelengkapan silsilah Guru Tua hingga sampai pada Ali bin Abi Thalib, (suami Fatimah anak Rasulullah), bisa disimak dalam tulisan Prof. DR. Hj. Hazaimah T.Yanggo, dkk-2013 :
“ SAYYID IDRUS BIN SALIM AL JUFRI PENDIRI ALKHAIRAAT DAN KONTRIBUSINYA DALAM PEMBINAAN UMAT “.
Dalam buku tersebut dikisahkan, Guru Tua pertama kali datang di Indonesia ketika masih berumur 17 tahun. Guru Tua datang di Indonesia bersama sang ayah Sayyid Salim bin Alawi Al Jufri pada tahun 1907 untuk mengunjungi keluarga di Jawa dan Sulawesi.
Pada tahun 1925 Guru Tua datang lagi untuk kedua kalinya menuju Indonesia dan tinggal di Batavia (Jakarta). Beberapa waktu di Jakarta, Guru Tua kemudian Ke Pekalongan Jawa Tengah kemudian Ke Jombang Jawa Timur. Di Jombang Guru Tua bertemu hasyim As’ari salah seorang pendiri organisasi besar Islam Nahdatul Ulama (NU) selama dua tahun, hingga tahun 1927 di Jombang Guru Tua pergi lagi ke Jawa Tengah. Kali ini di Solo, karena Guru Tua dipercayakan menjabat direktur Madrasah Alawiyah. Selama dua tahun memimpin, Madrasah tersebut mencapai kemajuan yang cukup signifikan.
Terkait dengan pengembaraan Guru Tua keberbagai tempat, baik wilayah Arab ataupun Indonesia, Mukhsen bin Ali Al Habsyi cucu lapis ke I Guru Tua + Intjeami mengungkapkan Sabda Rasulullah Saw (terjemahan bebas) “ Rohani manusia laksana dua pasukan. Apabila tidak berkenalan, saling berbenturan. Namun apabila berkenalan saling berjinak-jinakan. Mukhsen Al Habsyi menguraikan pemahaman penjelasan tentang Hadits ini bahwa ketika pertemanan fisik tidak disertai dengan komunikasi rohani selama itu tidak akan tercapai kesepahaman yang positif. Namun ketika rohani berkenalan dan berjinak-jinakan, manakala fisik bertemu langsung akrab, layaknya sudah berkenalan bertahun tahun.
Ilustrasi tersebut mengisyaratkan betapa urgennya pembinaan rohani bangsa ini. Dan tidak ada pilihan lain, para pemuka agama seantero Nusantara termasuk Abnaulkhairaat harus menggalakan Revolusi mental yang dicanangkan oleh Presiden RI Joko Widodo dengan Nawa citanya. Sinyalemen Sabda Rasulullah Saw diatas tidak terlalu meleset bila dikaitkan dengan pengembaraan Guru Tua. Karena ternyata Guru Tua tidak betah tinggal di Solo. Seolah olah apa yang dicarinya di Indonesia belum ada yang sesuai dengan “ Nurani ” nya. Guru Tua kemudian meninggalkan Solo – Jawa Tengah, berlayar ingin mengunjungi dua orang kakaknya yang sudah lebih dahulu berada di Sulawesi Utara. Dua orang kakak Guru Tua tersebut adalah Said Saikh bin Salim Al Jufri dan Said Alwi bin Salim Al Jufri. Keduanya bermukim di Kota Tondano, sebelum sampai ke Tondano Guru Tua singgah di Wani Kabupaten Donggala awal tahun 1928.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.