Setelah pernah terjadi pemangkasan yang dilakukan seorang warga di sekitar Jalan Lamarauna, Kota Donggala tahun 2012 lalu, kini justru penebangan atas restu lembaga pemerintah yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Donggala.

Pelaku penebangan yang mendapat restu adalah Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Donggala yang membangun kantor di area rumah dinas bank tersebut tak jauh dari pohon mahoni.

Padahal ketika terjadi pemangkasan tahun 2012 lalu, justru pihak DLH paling keras menentang dan bahkan melaporkan masalah itu ke pihak Polres Donggala.

Aksi pemangkasan dua pohon mahoni ketika itu mendapat kecaman dari sejumlah pihak baik aktivis LSM lingkungan, pihak pemerintah maupun tokoh masyarakat. Yang dijadikan acuan waktu itu adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam Pasal 63 Perda tersebut, menyebutkan adanya larangan melakukan penebangan, pengrusakan dan/atau yang menyebabkan rusak atau matinya tanaman pada tempat-tempat yang ditetapkan sebagai hutan kota, jalur hijau, taman kota, resapan air dan daerah sempadan sungai.

Kenapa ada larangan, karena Jalan Lamarauna itu merupakan kawasan jalur hijau yang tidak boleh dilakukan pengrusakan lingkungan hidup yang ada, termasuk penebangan pohon.

Adapun kasus penebangan mahoni antara 14-16 Februari 2023 lalu dilakukan pihak BNI berdasarkan surat rekomendasi yang diterima dari DLH Donggala tertanggal 18 Oktober 2022.

Dalam surat itu mencantumkan dua alasan. Pertama, keberadaan pohon tersebut mengganggu jaringan fasilitas umum daerah dan merusak sarana infrastruktur sekitarnya. Kedua, dikhawatirkan dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan (tumbang/roboh) karena faktor usia.

Alhasil, alasan tersebut akhirnya mendapat tanggapan dari warga dan Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) Donggala.

Alasan mengganggu jaringan fasilitas umum daerah dan merusak sarana infrastruktur, dianggap tidak memiliki dasar karena tidak ada kajian atau studi yang mendalam.

Demikian pula alasan faktor usia juga dianggap tidak tepat. Kalau alasan tersebut jadi dasar rekomendasi, berarti seluruh pohon mahoni yang ada di dalam Kota Donggala semua harus ditebang karena faktor usia.

Menyatakan keberatan terhadap persetujuan DLH Kabupaten Donggala yang hanya mewajibkan pihak pemohon untuk mengganti pohon yang ditebang dengan pergantian tanaman dalam pot minimal tiga pohon, pun dinilai sangat tidak rasional.

Pergantian tanaman pohon berusia seratus tahun lebih dengan tiga tanaman dalam pot sama sekali tidak sebanding. Sekalipun puluhan atau ratusan pohon dalam pot, tetap tak sebanding.

Penanaman kembali pohon mahoni cukup sulit dan kalaupun bisa dilakukan memerlukan waktu yang lama. Ini persoalan nilai historis yang tidak seenaknya dinilai dengan hitungan pot.

*Penulis adalah Pemerhati Sejarah dan Budaya/Wartawan Senior Media Alkhairaat