MOROWALI – Warga Desa Labota dan Dusun Kurisa di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, mengeluhkan kualitas udara yang semakin memburuk akibat aktivitas kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Pencemaran udara terutama bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara atau captive power plant yang digunakan untuk menunjang operasional pabrik pengolahan nikel.
Asap dan debu dari proses pembakaran batubara diketahui mengandung sejumlah zat berbahaya seperti partikulat halus PM2.5, sulfur dioksida (SO₂), dan nitrogen dioksida (NO₂), yang seluruhnya berisiko tinggi terhadap kesehatan sistem pernapasan.
Warga menyebut paparan harian terhadap zat-zat ini telah menyebabkan peningkatan signifikan kasus penyakit pernapasan, terutama Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Menurut Akbar, Ketua Serikat SPIBE, Dinas Kesehatan Kabupaten Morowali mencatat, sepanjang Januari hingga November 2023, terjadi lebih dari 61.000 kasus ISPA.
Sebagian besar kasus tersebut dilaporkan berasal dari wilayah Bahodopi, lokasi yang berdekatan langsung dengan kawasan industri dan cerobong asap PLTU.
Situasi ini telah menimbulkan keprihatinan mendalam dari masyarakat, khususnya keluarga yang memiliki anak kecil dan lansia, kelompok yang paling rentan terhadap dampak polusi udara. Warga merasa tidak memiliki pilihan selain hidup berdampingan dengan polusi, meski itu berarti mengorbankan kesehatan mereka setiap hari.
Akbar mengatakan, sejumlah elemen masyarakat bersama warga terdampak menyuarakan lima tuntutan utama.
Pertama, dilakukan audit lingkungan secara independen untuk mengkaji dampak operasional PLTU batubara terhadap lingkungan dan kesehatan.
Kedua, dibukanya data emisi industri serta data kesehatan masyarakat secara transparan dan akuntabel.
Ketiga, penyediaan layanan kesehatan gratis dan berkelanjutan bagi warga yang terdampak pencemaran udara.
Keempat, penghentian bertahap operasional PLTU captive berbasis batubara.
Dan kelima, dilakukannya evaluasi ulang terhadap kebijakan hilirisasi nikel yang dinilai mengorbankan lingkungan hidup dan keselamatan warga sekitar.
“Anak-anak dan orang tua kami kini hidup dengan napas yang pendek. Mereka tidak memilih tinggal di tengah polusi, tapi sekarang terpaksa menghadapinya setiap hari,” ujar Abidin, salah satu warga dalam pernyataan sikap yang dibacakan saat aksi protes.
Seruan “Hentikan polusi, stop PLTU Captive, selamatkan generasi!” menjadi slogan aksi warga yang menyerukan hak atas udara bersih dan lingkungan sehat.
Mereka berharap pemerintah pusat dan daerah segera mengambil langkah konkret sebelum kondisi kesehatan masyarakat kian memburuk. *