PALU- Komisioner Pemantauan/Penyelidikan Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) RI, Mohamad Choirul Anam mengatakan Pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme sangat berbahaya menjadi problem serius tata hukum dan di lapangan, sebab tidak terkontrol.
“Salah satunya tidak dapat dimintai pertanggung jawaban,” kata Mohamad Choirul Anam dalam diskusi virtual “Bahaya Di Balik Rancangan Perpres Pelibatan TNI Dalam Mengatasi Aksi Terorisme di inisiasiator Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPS- HAM) Sulteng, Jumat (21/8).
Dia mengatakan, pelibatan TNI dapat dilakukan bila ancaman levelnya tinggi, dan ketika polisi memang tidak mampu lagi menangani terorisme. Selain itu, sifatnya adhoc tidak permanen, serta dalam koordinasi kepolisian.
“Paling lama waktunya tiga hari, setelah itu dikembalikan kepada kepolisian,” kata mantan aktivis Kelompok Kerja Hak Asasi Manusia (HRWG) ini.
Ia menyebutkan, jadi ini semacam pasukan khusus, benar-benar dalam konteks , kepentingan, kebutuhan tertentu, itu tentara boleh masuk.
“Kalau tidak, tidak bisa. Itu akan merusak sistem hukum kita dan memperumit berbagai persoalan,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Choirul Anam mengungkapkan perkembangan surat Nomor 056/TUA/VI/2020 tertanggal 17 Juni 2020 pernah dikirimkan Komnas HAM terkait rekomendasi untuk menarik Rancangan Perpres (R-Perpres) Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme.
Meski menurutnya, Presiden RI Joko Widodo secara langsung tidak memberikan respon namun melalui Menko Polhukam Mahfud MD.
“Mahfud menyatakan pemerintah menerima masukan serta substansi surat dikirimkan Komnas HAM. Jadi di level pemerintah juga ada melakukan proses pembahasan lagi,” katanya.
Reporter: Ikram
Editor: Nanang