Hentikan Aktivitas Tambang PT. Prima Darma Karsa di Kabupaten Banggai!

oleh -
Sejumlah warga saat memblokir jalan hoaling milik PT. Prima Darma Karsa di wilayah Desa Siuna, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, Rabu (30/09). (FOTO: DOK. JATAM SULTENG)

BANGGAI – Sejumlah masyarakat memblokir jalan hoaling milik PT. Prima Darma Karsa yang melakukan aktivitas tambang di wilayah Desa Siuna, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah, Rabu (30/09).

Aksi itu diduga berkaitan dengan penyorobotan lahan milik warga oleh PT. Prima Darma Karsa.

“Kami menduga, bahwa tindakan yang dilakukan oleh PT. Prima Darma Karsa membuat jalan hoaling tambang, di atas lahan-lahan milik warga Desa Siuna yang merupakan satu kesatuan dari aktivitas operasi produksi tambang,” tutur Moh. Taufik selaku Koordinator Pelaksana Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, Kamis (01/10).

Koordinator Pelaksana JATAM Sulteng, Moh. Taufik

Menurutnya, areal yang dimaksud digunakan warga untuk mencari damar, rotan dan sebagian sudah ditanami.

Pihaknya menilai adanya dugaan pelanggaran Pasal 110 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010. Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan yang dilakukan oleh pihak perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan nikel itu.

“Maka dari itu sesuai dengan penjelasan ayat (2) Pasal 110 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020, kami mendesak Gubernur Sulawesi Tengah untuk mehentikan aktivitas pertambangan PT. Prima Darma Karsa di Desa Siuna,” tegasnya.

Tak hanya itu, pihaknya juga mendesak aparat penegak hukum untuk menghentikan cara-cara intimidasi yang dilakukan kepada warga yang melakukan pemalangan jalan.

Lebih lanjut ia mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 136 Ayat (1), yang notabene masih digunakan pada saat penerbitan izin Operasi Produksi PT. Prima Darma Karsa Pada Tahun 2016, menjelaskan bahwa pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan Operasi Produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurutnya, penegasan lebih jelas tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan, di mana dalam BAB X mengenai Penggunaan Tanah untuk Kegiatan Operasi Produksi.

Kemudian, lanjut Taufik, dijelaskan dalam Pasal 100 ayat (1) bahwa Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang akan melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan sebagian atau seluruh hak atas tanah dalam WIUP atau WIUPK dengan pemegang hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Kemudian lebih lanjut dijelaskan dalam ayat 2, Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib memberikan kompensasi berdasarkan kesepakatan bersama dengan pemegang hak atas tanah,” urainya. (RIFAY)