PALU – Aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng) terus berlangsung, bahkan semakin massif dan meluas.

Salah satu lokasi PETI yang selama ini terkesan tidak pernah tersentuh aparat keamanan adalah di wilayah Kontrak Karya (KK) PT Citra Palu Minerals (CPM), di Kelurahan Poboya, Kota Palu.

Awak media ini mendapatkan informasi terbaru, bahwa di wilayah konsensi PT CPM, khususnya di lokasi yang mereka sebut “Kijang 30”, terdapat enam alat berat yang sedang beroperasi.

“Ada juga info bahwa ada dua alat berat lagi yang mau masuk ke Kijang 30,” ungkap Sumber media ini yang tidak bersedia namanya ditulis, Kamis (29/05).

Aktivitas tambang ilegal menggunakan alat berat, di Poboya. (FOTO: IST)

Sumber dari media ini merupakan salah satu penambang manual yang melakukan aktivitas sehari-hari di wilayah itu. Ia bersama rekan-rekannya yang menggali material secara manual, mengaku resah dengan kedatangan alat-alat berat tersebut.

“Mereka ini sudah yang mengatasnamakan kami-kami di sini, katanya tambang rakyat, tapi bawa alat berat. Akhirnya kami di sini yang kena dampaknya,” ungkap Sumber, kesal.

Bahkan, masyarakat sendiri khawatir, jika kondisi ini terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi kericuhan di antara sesama, karena sudah mulai timbul kecemburuan sosial dari penambang yang hanya menggunakan alat seadanya dengan mereka yang menggunakan alat berat.

Dengan adanya kondisi ini, maka sebagian warga penambang manual, mulai berpindah tempat dari Kijang 30 bergerak ke Vavolapo.

“Karena saat ada alat berat operasi, kami tidak berani melakukan aktivitas, takut tertimbun atau terkena reruntuhan material,” ungkap Sumber.

Terpisah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, Moh Taufik, mengatakan, pihaknya juga sudah melakukan investigasi terbaru mengenai aktivitas PETI di wilayah Poboya.

Menurutnya, temuan terbaru JATAM, aktivitas PETI menggunakan alat berat ini kembali berlangsung di Bulan April 2025.

Aktivitas tambang ilegal menggunakan alat berat, di Poboya. (FOTO: IST)

“Kegiatan pertambangan ilegal ini menggunakan alat berat dan proses pengangkutannya menggunakan truk. Kami duga itu akan diangkut ke lokasi perendaman,” ungkap Taufik.

Terkait temuan tersebut, pihaknya sudah menyurat ke Polresta dan Polda Sulteng, dengan harapan ada penindakan dari kegiatan ilegal tersebut.

Namun, kata dia, sampai hari ini, tidak terlihat tindakan serius yang dilakukan aparat kepolisian, baik Polresta Palu maupun Polda Sulteng.

Padahal, kata dia, aktivitas ini juga tidak berjauha dengan Markas Polda Sulteng, hanya berjarak kurang lebih 10 kilometer.

“Tentu kita bertanya-tanya, walaupun sudah dilaporkan, tapi tidak ada tindakan apa-apa. Maka kami menduga bahwa aktivitas ini memang sengaja dibiarkan oleh aparat penegak hukum, bahkan ada oknum-oknum yang mem-backingi kegiatan ini sehingga terus berlangsung. Langgeng ya,” ujarnya.

JATAM memastikan bahwa ada dua aktivitas berbeda di Poboya tersebut, yaitu mereka yang betul-betul menambang secara manual dengan alat seadanya, dan mereka yang berkedok pertambangan rakyat namun menggunakan alat berat.

“Mereka ini terpisah. Kalau mereka yang menggunakan alat manual ini kemungkian besar sangat bisa ditertibkan dengan cara yang persuasif, tapi mereka yang menggunakan alat berat ini yang susah. Mereka yang meraup untung hingga miliaran rupiah namun berkamuflase di balik pertambangan rakyat,” katanya.

Pihaknya juga menemukan banyaknya keluhan dari penambang manual mengenai keberadaan para penambang yang memakai alat berat ini. Kata Taufik, mereka juga resah dengan aktivitas tersebut.

“Jadi intinya itu ada pembiaran dan ini pasti ada oknum dan pemodal besar yang terlibat. Karena sudah kami laporkan tapi tidak ada penindakan dari kepolisian,” pungkasnya.

Di bagian lain, Kapolresta Palu, Kombes Pol Deny Abrahams, terkesan belum mengetahui aktivitas ilegal tersebut. Ia melalui pesan WhatsApp menjawab pertanyaan media ini, “Coba sy cek ya..”. Ketika ditanya kembali ia menjawab “Kasat Reskrim msh lidik..” (IKRAM)