PALU – Yayasan Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulteng (KPKP-ST) kembali terlibat dalam kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) Tahun 2024.

Yayasan KPKP-ST sendiri sudah cukup berpengalaman dalam kerja-kerja pengorganisasian, advokasi dan pendampingan komunitas khususnya kelompok perempuan dan anak di wilayah yang pernah dilanda bencana.

Dengan berbagai aktivitas yang dilakukan selama ini baik di tingkat grassroots (akar rumput) maupun dalam mendorong kerja sama dan jaringan dengan pemangku kepentingan mulai dari tingkat desa hingga pemerintah daerah.

Bagi Yayasan KPKP-ST, mengampanyekan 16 HAKTP merupakan bentuk pelibatan semua komponen masyarakat, khususnya kelompok perempuan, pemuda/remaja sebagai upaya mencegah terjadinya konflik sosial yang tentu saja berdampak pada berbagai bentuk tindak kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Hal ini didasari bahwa perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan menjadi korban kekerasan baik dalam situasi normal ataupun dalam situasi kebencanaan.

Tahun 2024 ini, Yayasan KPKP-ST melibatkan relawan remaja atau Youth Volunteers KPKP-ST sebagai penyelenggara.

Kegiatan kali ini juga terlaksana atas kerjasama dengan Yayasan Kerti Praja-UNFPA dan atas dukungan pembiayaan dari UNWOMEN, KOICA dan Yayasan IPAS Indonesia.

Kegiatan dikemas dalam bentuk camping ground yang bermakna, sekaligus diskusi publik yang mengambil tema “Peran Pemuda dalam Upaya Pencegahan Konflik Sosial Yang Berdampak Pada Kekerasan Berbasis Gender dan Kekerasan Seksual”.

Camping ground dilaksanakan dengan mengambil lokasi di lapangan mini Asrama Mahasiswa Buol yang terletak di jalan Gunung Watumapida Kota Palu.

Kegiatan ini diikuti peserta dari kelompok pemuda dan remaja khususnya yang berasal dari Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala, juga perwakilan organisasi pemuda/mahasiswa di Kota Palu, organisasi/lembaga masyarakat sipil/NGO lainnya.

Kegiatan diskusi publik sendiri menghadirkan narasumber dari Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, Edy Sutichno dan Syaiful Taslim selaku Direktur Karsa Institut, serta narasumber dari Divisi Advokasi Pendampingan Yayasan KPKP-ST, Yuni Djamhuri.

Dalam kegiatan diskusi publik tersebut, narasumber dari Komnas-HAM memaparkan tentang upaya pencegahan konflik sosial dan strategi rekonsiliasi.

Di akhir pemaparannya, Edy menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan kegiatan diskusi ini, sembari berharap kepada peserta agar sekembalinya ke desa masing-masing dapat terlibat dalam pencegahan terjadinya konflik sosial

Sementara itu, Direktur Karsa Intitute, Syaiful Taslim memaparkan materi tentang mengenal konflik asumsi dasar, sumber dan ragam konflik bahwa berbeda, bersengketa dan berkonflik merupakan tiga situasi yang perlu dipahami perbedaannya satu sama lain.

“Yang perlu diingat bahwa konflik selalu ada dalam kehidupan manusia, bahwa konflik dapat menciptakan dua sisi potensi risiko dan potensi manfaat, konfilk juga di pengaruhi oleh emosi, kepribadian dan budaya,” katanya.

Namun yang paling penting, kata dia, harus tahu bahwa fenomena konflik sosial/masyarakat yang terjadi selama ini pada umumnya melibatkan masyarakat di satu sisi dan negara disisi lain.

“Jadi saya juga berharap kepada kawan-kawan yang hadir saat ini ke depannya sebaiknya dapat mengenal potensi konflik di lingkungannya dan bersama-sama untuk mengupayakan agar konflik yang kemungkinan mengarah pada berbagai tindakan yang dapat merugikan banyak pihak, dapat dicegah,” pesannya.

Di bagian akhir, Divisi Pendampingan KPKP-ST, menyampaikan bahwa masyarakat Sulawesi Tengah sudah pernah mengalami situasi bencana besar, baik bencana konflik sosial dengan isu SARA di Kabupaten Poso tahun 2000-2001 dan bencana alam besar di tahun 2018.

Dengan dua peristiwa besar tersebut, kata dia, KPKP-ST selalu hadir dan bisa melihat dalam kedua situasi tersebut, yang paling rentan menjadi korban tindak kekerasan adalah kelompok perempuan, anak dan kelompok rentan lainnya

“Pada situasi pasca konflik sosial di Poso, KPKP-ST pernah melakukan pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan seksual di mana terdapat kurang lebih 30-an perempuan dan remaja perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual oleh oknum aparat keamanan,” ungkap Susilawati.

Ia tak lupa menjelaskan tentang alur layanan yang ditempuh siapa saja yang mengalami, mengetahui melihat dan mendengar terjadinya kasus kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual di sekitarnya.

Alur layanan ini dibuat bersama mulai dari tingkat desa hingga ke tingkat Provisinsi Sulawesi Tengah.

KPKP-ST sendiri bersama pemeritah daerah sejak tahun 2000 telah mendorong lahirnya Peraturan Bupati Sigi dan Kabupaten Donggala tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

“Saat ini KPKP-ST juga telah mendorong terbentuknya satgas PPA di 27 desa yang ada di Sigi dan 22 desa di Donggala. Hal ini bertujuan untuk mendekatkan layanan bagi masyarakat khususnya perempuan dan anak yang mengalami tindak kekerasan,” jelasnya.

Sepanjang tahun 2024 ini, lajut dia, laporan kasus yang masuk melalui Divisi Pendampingan KPKP-ST terdapat 94 terdiri dari KDRT 18 kasus, kekerasan terhadap anak 2 kasus, 8 asus kekerasan seksual, 4 kasus kekerasan dalam pacara dan terdapat 62 kasus perkawinan anak dibawah umur.

KPKP-ST sendiri selalu siap menerima pengaduan kasus dengan menyediakan call center dnegan nomor 0821-8822-4253 atau 0853-4358-1556.

Disela kegiatan diskusi publik Ketua Panitia Camping Ground sekaligus Ketua Youth Volunteer atau Relawan Muda KPKP-ST, Ahadiyanza, menyampaikan, kegiatan ini diisi dengan penandatangan komitmen bersama dalam pencegahan konflik sosial dan KBGS dan dilanjutkan dengan kegiatan lingkungan yang dilaksanakan pada Ahad di Pantai Talise.

“Kegiatan ini bertujuan untuk melibatkan kelompok pemuda dan remaja dengan memberikan edukasi keterkaitan antara perubahan iklim yang dapat mendorong terjadinya konflik sosial dan bencana alam yang kemudian tentu saja akan berdampak pada terjadinya kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual dalam berbagai bentuk,” katanya.

Salah satu peserta menyampaikan sangat senang dan berterima kasih karena bisa bergabung dengan relawan muda KPKP-ST sejak tahun 2023.

“Di bawah bimbingan dan arahan kakak-kakak yang ada di KPKP-ST kami bisa mendapatkan banyak pengetahuan dan pengalaman issu tentang perubahan iklim, kebencanaan, konflik sosial dan tentu saja hal-hal yang terkait dengan perlindungan hak perempuan dan anak dari tindak kekerasan berbasis gender, kekerasan seksual juga hak kesehatan reproduksi,” ujar Arun, ppemuda dari Desa Kaleke, Kecamatan Dolo Barat.

Pada aksi lingkungan membersihkan kawasan Pantai Talise, KPKP-ST mengambil tema “Tidak Ada Keadilan Iklim Tanpa Keadilan Gender”.

Reporter : */Ikram
Editor : Nanang