PALU – Aktivis pegiat lingkungan dan pertambagan yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah (Sulteng) menilai belum adanya perubahan nyata penyelesaian tambang ilegal di wilayah Sulteng.
Di 100 haru pertama kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng, Anwar Hafid-Reny Lamadjido, JATAM belum melihat adanya tindakan nyata dari pemerintahan ini untuk menyelesaikan berbagai masalah, khususnya di sektor industri ekstraktif pertambangan.
“Pertambangan pesisir Palu-Donggala menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan segera. Karena kita ketahui bersama, dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan ini cukup serius,” kata Moh Taufik, Koordinator JATAM Sulteng, Selasa (03/06).
Kata dia, bukan hanya warga sekitar tambang yang terdampak penyakit ISPA dan bencana banjir serta tanah longsor, namun juga menyasar masyarakat Kota Palu dan sekitarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, pertambangan pasir dan batuan atau galian C di sepanjang pesisir Palu Donggala perlu dievaluasi secara serius. Menurutnya, sangat penting Pemprov di bawah kepemimpinan Anwar Hafid dan Reny Lamadjido memberikan tindakan tegas sampai dengan pencabutan izin, jika perusahaan-perusahaan tambang bertentangan dengan peruntukkan ruang.
“Namun dalam 100 hari kerja pemerintahan Anwar-Reny dengan tagline BERANI-nya, kami melihat belum ada upaya nyata, hanya sekadar wacana melakukan evaluasi seluruh kegiatan tambang sepanjang pesisir Palu Donggala,” ujarnya.
Tak hanya itu, lanjut dia, potensi konflik dan kerusakan yang akan ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan, juga mengancam wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) dengan rencana penambangan batuan gamping.
JATAM Sulteng memberikan catatan serius untuk pemerintahan Anwar-Reny sejak di awal pelantikan, agar melakukan evaluasi atau meninjau kembali izin tambang batuan gamping yang berstatus pencadangan tersebut.
“Kenapa hal ini perlu dilakukan, JATAM Sulteng mencatat bahwa di Kabupaten Bangkep, 97 persen adalah kawasan karst yang fungsi ekologinya sangat terganggu jika ditambang,” kata Taufik.
Selain itu, lanjut dia, di Kabupaten Bangkep juga merupakan wilayah konservasi laut dan zona ekonomi eksklusif yang sudah ditetapkan oleh kementerian terkait.
“Hal-hal tersebut harus menjadi pertimbangan serius untuk mencabut seluruh izin pencadangan tambang batuan gamping yang ada di Bangkep,” tegasnya.
Di awal pelantikan Anwar-Reny, JATAM Sulteng juga telah mengingatkan Anwar-Reny untuk serius dalam memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulteng, untuk meninjau kembali kegiatan pertambangan nikel yang ada di Sulteng.
“Karena menurut kami, kegiatan pertambangan nikel juga telah memberikan dampak serius bagi warga setempat, berupa tercemarnya sumber air, tercemarinya lahan-lahan pertanian warga akibat lumpur tambang nikel itu,” katanya.
Bahkan, kata Taufik, kegiatan pertambangan nikel ini juga memberikan kerusakan serius di wilayah- wilayah pesisir, berupa hilangnya mata pencarian warga setempat.
“Sehingga hal ini yang penting untuk dilakukan oleh pemerintahan Anwar-Reny, agar merekomendasikan Kementerian ESDM RI untuk melakukan evaluasi seluruh kegiatan pertambangan nikel yang telah menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat.
Namun lagi-lagi, kata dia, dalam 100 hari pemerintahan Anwar-Reny, belum juga ada bukti nyata bekerja untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
Taufik juga menyinggung maraknya pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah Sulteng, seperti Kota Palu, Parigi Moutong, Kabupaten Buol, dan Donggala.
Sejak awal, kata dia, pihaknya telah mendorong penegakan hukum yang serius untuk kegiatan ilegal ini.
“Ini untuk menyelamatkan kerugian negara dari segelintir orang yang mengambil keuntungan dengan cara merusak lingkungan secara massif, tanpa mau bertanggung jawab,” katanya. */IKRAM