PALU- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) atau dalam hal ini diwakili Kejaksaan Negeri (Kejari) Palu, terkesan lalai dan tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya selaku Jaksa Eksekutor.

Pasalnya hingga saat ini, pihak kejaksaan belum juga melakukan eksekusi terhadap terpidana kasus tindak pidana ITE, Yahdi Basma, yang merupakan salah satu anggota DPRD Provinsi Sulteng.

Terpidana Yahdi, terjerat kasus pidana UU ITE dengan korban mantan Gubernur Sulteng Longki Djanggola. Hingga proses upaya hukum pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) , Yahdi tetap dinyatakan bersalah dan tetap dipidana 10 bulan penjara, membayar denda Rp300 juta, subsidair 1 bulan kurungan.

Meski berstatus terpidana, Yahdi belum dieksekusi untuk melaksanakan hukuman sebagaimana hasil putusan kasasi MA berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Kini Yahdi Basma memohonkan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali (PK) sidangnya digelar pada Senin (22/8) pekan depan.

“Loh kok seperti itu ya. Terpidananya belum dieksekusi, tapi sudah memohonkan PK. Gimana mereka (jaksa) ini. Jaksa wajib mengeksekusi Yahdi Basma, PK tidak menghalangi eksekusi, dan permohonan PK itu bukti kasus menjerat Yahdi berkekuatan hukum tetap?” kata Elvis DJ Katuwu salah satu advokat di Palu, Jumat (19/8)

Advokat senior ini mengatakan, hukuman harus dijalani terpidana Yahdi Basma, adalah hukuman berkekuatan hukum tetap. Seyogyanya pihak jaksa wajib untuk melakukan eksekusi, perlu eksekusi paksa jika terpidana telah tiga kali dipanggil tidak kooperatif.

“Jaksa jangan pandang bulu atau tebang pilih saja. Semua orang sama di mata hukum. Jika selama ini yang bersangkutan masih berkeliaran. Artinya jaksa di Kejati Sulteng atau Kejari Palu lemah dalam penegakan supremasi hukum. Jika seperti itu, ini juga jadi tanda tanya besar bagi pihak jaksa,” tegas praktisi hukum ini.

Sementara itu, Humas PN Kelas IA/PHI/Tipikor Palu, Zaufi Amri mengatakan, kalau hasil putusan kasasi terpidana Yahdi Basma telah dikirimkan ke penuntut umum dan pihak Yahdi Basma sejak bulan Juni 2022 lalu pasca turun dan diterima pengadilan dari MA.

“Seharusnya terpidana sudah menjalani hukuman berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap itu,” kata Zaufi Amri ditemui Selasa, 16 Agustus 2022.

Terkait seorang terpidana menjalani hukumannya, lanjut Zaufi Amri, hal itu menjadi tanggung jawab pihak kejaksaan selaku jaksa eksekutor. Jika kemudian terpidana Yahdi Basma memohonkan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (PK) hal tersebut tidak menghalangi jaksa untuk melaksanakan eksekusi.

“Jika karena ada permohonan PK. Itu tidak menghalangi eksekusi. Mereka tentunya bertanya juga, kenapa jaksa belum mengekseksuinya. Jaksa harus punya alasan jelas apa kendalanya,” ucapnya.

Sebelumnya, Kejati Sulteng melalui pihak Kejari Palu, dengan tegas menyampaikan komitmennya akan segera mengeksekusi terpidana Yahdi Basma. Bahkan jika tiga kali panggilan Kejari Palu tidak dindahkan, Yahdi Basma akan dieksekusi paksa.

Namun komitmen itu tidak kunjung terbukti. Pihak Kejari kini sepertinya tidak punya nyali untuk mengeksekusi, terpidana Yahdi Basma, masih berkeliaran. (IKRAM)