PALU – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Sulteng meminta agar tahun 2019 ini, semua konflik agraria bisa dituntaskan.
Menurut Manager Kampanye Walhi Sulteng, Stevandi, Jumat (04/01), konflik agraria di Sulteng seakan tidak pernah ada habisnya.
Dia menguraikan, pada tahun 2018 lalu, Walhi sudah mendampingi lima petani yang dikriminalisasi oleh perusahaan sawit. Terakhir adalah kasus yang menimpa petani sawit di Rio Pakava, Kabupaten Donggala, Hemsi alias Frans yang ditahan oleh Polres Pasangkayu atas tuduhan pencurian sawit di atas lahannya sendiri.
Tuduhan itu dilakukan oleh PT Mamuang (anak perusahaan PT ASTRA).
Data terakhir yang dirilis Konsorsium Pembaharuan Agraria, tercatat konflik agraria di 444 desa dan 200 kota.
Makin panjangnya konflik ini, kata dia, harusnya jadi perhatian serius bagi para pemangku kebijakan dan para legislator.
“Saat ini kita telah memasuki tahun politik, di tataran elite kian kencang. Para caleg berlomba-lomba menarik simpati massa,” katanya.
Namun, kata dia, bukannya memberikan kepercayaan berlebih pada para elite, tapi pertarungan ini hanya akan mengulang kesalahan bila tidak pernah menjawab persoalan rakyat.
“Makin kronisnya persoalan agraria di Sulteng ini harusnya jadi isu utama mereka yang akan bertarung nanti,” sarannya.
Dia menambahkan, Sulteng memiliki keterwakilan di tingkat pusat. Untuk itu, Walhi menantang mereka untuk berani memberikan jaminan terhadap penyelesaian konflik agrarian, terutama kasus yang menjerat Hemsi baru-baru ini.
“Adakah calon Anggota DPR RI yang bisa memberikan jaminan atas penangguhan penahanan Hemsi?,” tanyanya.
“Ini penting untuk dijadikan acuan dalam bergerak, hingga tak ada lagi petani dikriminalisasi, ” imbuhnya. (IKRAM)