OLEH: Moh. Amin Panto*
Saya teringat paparan bapak Longki Djanggola sebagai pembicara pada penerimaan penghargaan sebagai inspirator pembanguan di kawasan timur Indonesia di Kota Ambon, Maluku tahun 2009.
Di akhir pemaparan, beliau berkata “dalam mengurus urusan rakyat/masyarakat selalu dihadapkan dengan 3 urusan, yaitu : 1). karena rakyat lama tidak diurus, 2). salah urus rakyat dan 3). rakyat tidak mau diurus. Dari ketiga hal tersebut, 1 dan 2 ada pada pihak yang mengurus (kita sebagai pemerintah) dan 3 ada pada pihak yang diurus (rakyat).
Penutup paparan beliau tersebut masih sangat relevan dengan kondisi saat ini secara umum di Indonesia dan secara khusus di Sulawesi Tengah yang sedang giatnya mencegah dan menanggulangi wabah Covid-19 atau virus corona.
Jujur, kita Indonesia sedikit terlambat mencegah dan mengatisipasi masuknya wabah corona. Sejak Desember 2019 sampai Januari 2020, Indonesia sudah diingatkan oleh WHO dan berbagai pihak yang peduli dengan ancaman wabah mematikan ini, untuk waspada dan mempersiapkan langkah-langkah pencegahan.
Tetapi itu tidak diindahkan, bahkan berbagai kecerobohan komentar bahwa iklim Indonesia tidak akan bisa menjadi tempat berkembang virus Covid-19. Nanti pada akhir Januari 2002 setelah ada yang positif terpapar Covid-19, Pemerintah Indonesia baru mulai sedikit peduli dan melakukan penanganan pasien positif di beberapa rumah sakit yang kita ketahui petugas medisnya sangat terbatas APD, sehingga tidak sedikit petugas kesehatan kita yang terpapar dan meninggal.
Kondisi tersebut seiring dengan waktu, terus berlangsung dan oleh pemerintah mengambil langkah dengan membentuk satuan tugas (satgas) Covid-19 yang kemudian doikuti oleh pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota).
Dalam kondisi awal tersebut, kita diperhadapkan pada dua urusan, yaitu penanganan dan pencegahan. Dalam penanganan, pemerintah serentak mempersiapkan rumah sakit-rumah sakit rujukan dan menunggu persiapan pengadaan APD serta laboratorium yang terpusat di Jakarta dan beberapa tempat saja yang bisa melakukan pemeriksaan swab, sehingga memerlukan waktu lebih dari 3 hari untuk mengetahui seseorang atau pasien mengidap Covid-19.
Di sisi lain, upaya pencegahan melalui kampanye pola hidup sehat, penyemprotan disinfektan dan imbauan untuk menghindari keramaian, serta dorongan berbagai pihak untuk menegakan pembatasan sosial dan lockdown.
Bagi pemerintah daerah menyadari bahwa upaya mencegah masuknya wabah ini ke daerah adalah dengan menutup akses masuk ke wilayahnya. Tetapi ini menjadi terhalang dan terlambat lagi karena kebijakan penutupan akses tersebut merupakan kewenangan pemerintah pusat, sehingga daerah-daerah hanya bisa mempersiapkan diri untuk penanggulangan dan pencegahan masing-masing yang tentunya dengan mempersiapakan rumah sakit rujukan dan tempat tertentu untuk dijadikan tempat perawatan pasien positif.
Satgas Covid-19 Sulteng melalui juru bicaranya menginfokan bahwa di Kota Palu, RSUD Undata, Anutapura dan Madani sebagai rumah sakit perawatan pasian Covid-19 dan beberapa rumah sakit di kabupaten serta penetapan wisma haji dan gedung LPMP sebagai tambahan tempat perawatan bila banyak warga yang terpapar.
Ini adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah akibat dari terlambatnya negara dalam mengurus penyebaran Covid-19 di Indonesia.
Belum lagi perdebatan-perdebatan yang menguras banyak waktu dan energi, mulai dari niat baik pemerintah berupa imbauan tidak melakukan sholat berjamaah di masjid, perpanjangan waktu penghentian sementara beroperasinya sarana transportasi umum (bandara, pelabuhan dan terminal).
Kecaman, sanjungan berbagai argumentasi mewarnai perdebatan di media sosial terkait hal tersebut.
Sekali lagi ini karena lama tidak diurus.
Hingga saat ini, khususnya untuk langkah pencegahan, banyak kegiatan yang terkesan salah urus. Terlepas dari berbagai pendapat pakar tentang karakteristik virus, penyebaran dan pencegahannya, namun semua bersepakat bahwa pemutusan penyebaran dari orang ke orang adalah kunci pencegahan wabah yang memiliki waktu berkembang hidup virus 14 hari.
Informasi PDP, ODP, OTG adalah kunci utama pemutusan episode wabah ini. Dibutuhkan kesadaran dan kejujuran semua orang yang memiliki riwayat dan kemungkinan mengidap virus untuk melapor kepada pemerintah dan melakukan isolasi mandiri atau perawatan mandiri.
Selain itu, ketegasan pemerintah untuk benar-benar memastikan bahwa orang-orang yang memiliki riwayat dan atau berpotensi terpapar untuk diawasi dan difasilitasi dalam melakukan isolasi mandiri.
Hal ini dimaksudkan agar mereka yang terpapar dapat dipastikan tidak melakukan aktifitas sosial yang dapat menjangkitkan wabah kepada orang lain.
Ini dilakukan dengan melibatkan peran Satgas Covid yang ada di kelurahan/desa. Dengan ketegasan ini, yakin dan percaya masyatakat lainnya akan mendukung dan membantu mereka yang melakukan isolasi mandiri, karena masyarakat akan merasa tidak terancam karena yang terpapar tidak melakukan aktifitas sosial.
Mumpung data ODP dan OTG masih dalam angka ratusan sehingga memungkinkan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam memfasilitasinya.
Singkatnya, tetapkan warga dan rumah yang menjadi tempat isolasi mandiri, buat posko-posko dan tim yang akan mengawasi 1 x 24 warga tersebut, fasilitasi kebutuhan selama isolasi dan lakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
Bila ada 500 rumah yang melakukan isolasi mandiri, maka 500 rumah tersebut yang diawasi secara ketat dan tegas, difasilitasi dan dilakukan pemeriksaan kesehatannya sampai waktu dinyatakan pulih.
Peran tim kesehatan, keamanan, pemerintah setempat dan RT serta pihak lain, sangat dibutuhkan dalam menjalankan pendampingan mereka yang melakukan isolasi mandiri.
Karena lama tidak diurus dan cenderung salah urus, maka tidak mengherankan bila banyak masyarakat yang terkesan tidak mau diurus.
Pembubaran warga yang masih kumpul di warung-warung kopi, beraktifitas tanpa menggunakan masker, berboncengan dan naik mobil lebih dari 3 orang serta imbauan sering mencuci tangan menggunakan sabun cenderung mulai diindahkan. Terbukti, tong air dan sabun yang beberapa minggu kemarin sangat banyak, kini mulai tidak ada lagi. Bila masih ada, maka banyak dijumpai yang tanpa sabun.
Semua pasti berharap, berdoa dan berusaha agar wabah ini segera berakhir dan tidak ada lagi episode 14 hari melakukan isolasi dan pembatasan sosial.
*Penulis adalah Pengamat Sosial Ekonomi Kota Palu