SUASANA rumah bercat warna ungu terletak di Jalan Bambu, Kelurahan Boyaoge, Kecamatan Tatanga nampak dari luar terlihat lengang. Sebatang pohon anggur dan rumput-rumput liar tumbuh di halaman depan rumah yang nampak tidak terawat.
Pintu rumah itu dibiarkan terbuka lebar. Satu keberuntungan jika mendapatkan pintunya terbuka. Biasanya pintu rumah tersebut jarang sekali terbuka, sebab dua tahun lalu 2021 pemiliknya Naima (56) meninggal dunia akibat terkena Covid-19. Sedangkan kini pemilik rumah itu hanya anak semata wayang Naima, yang tengah sibuk dengan aktivitas perkuliahan dan tugas-tugas kampus sehingga jarang di rumah.
Almarhumah Naima merupakan salah satu pekerja padat karya di Kelurahan Boyaoge, yang bekerja dalam sepekan lima hari mulai Senin-Jumat. Dalam sehari bekerja selama tiga jam mulai pukul 08.00 WITA sampai pukul 10.00 WITA, tugasnya menjaga kebersihan Kota, membersihkan jalan-jalan sudah ditentukan bagi 46 Kelurahan, 8 Kecamatan.
Diketahui, mereka pekerja padat karya tersebut menerima upah dari Pemerintah Kota Palu sebesar Rp750 perbulan. Namun setiap pergantian wali kota berubah-ubah kebijakan.
Program tersebut dilaksanakan sejak 2014 sebagai bagian dari upaya Pemkot Palu mewujudkan program menihilkan kemiskinan 13.000 Kepala Keluarga (KK) dari total 363.867 jiwa Penduduk Kota Palu pada beberapa tahun ke depan. Program ini untukmembangkitkan kembali semangat gotong royong kian hari terus tergerus.
Oleh Pemkot Palu seluruh pekerja padat karya diikutsertakan dalam program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS-TK) Cabang Palu.
Bergabung menjadi peserta di BPJS-TK memberikan perlindungan lebih aman untuk pekerja sekaligus keluarganya. Manfaat diperoleh di antaranya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).
Ketika terjadi risiko didapatkan peserta mulai dari biaya transportasi, biaya pengobatan rumah sakit semua ditanggung, dan tidak ada batasan. Dan bila meninggal akibat kecelakaan kerja, akan diberi santunan nilainya Rp70 juta, dan langsung diberi manfaat beasiswa bagi dua anak peserta sampai perguruan tinggi. Manfaat beasiswa diperoleh sekitar Rp174 juta.
Untuk program jaminan kematian, santunan diberikan kepada ahli waris sebesar Rp42 juta. Santunan inilah yang diterima serta dirasakan manfaatnya oleh anak semata wayang dari almarhumah Naima yakni Imam Fauzi.

Mahasiswa Jurusan Teknologi dan Informasi Teknik Universitas Tadulako (Untad) Palu semester 5 inipun tak menyangka bakal mendapat biaya santunan atas kematian ibunya.
Sebab selama ini, ibunya tidak pernah menceritakan kepadanya. ”Tapi mungkin mamaku sudah pikirkan bila sewaktu-waktu dia meninggal, ada simpanan untuk anaknya,”ucap Imam masih dengan earphone di telinganya sedang mengerjakan tugas kampus, saat ditemui kediamannya, Ahad (22/10) akhir pekan lalu.
Ia lalu mencoba memutar kembali memorinya. Kepergian ibunya membuat kehidupannya berputar 180 derajat. Selama ini segala keperluan mulai makan, pakaian, uang jajan serta segala tetek bengek lainnya ditanggung oleh ibunya.
Kini semua itu harus dipikirkan dan dilakukan sendiri. Bagaimana kelanjutan kehidupan serta masa depan telah ditinggal oleh kedua orangtuanya, sebab ayahnya lebih dulu menghadap Ilahi.
“Pikiranku waktu itu kalut, berkecamuk mengembara, bagaimana kelanjutan kehidupanku. Sudah tidak punya keluarga inti, tiada adik, kakak, hanya sendiri,” katanya lirih mengenang kala ibunya wafat usai menjalani perawatan di ruang isolasi di salah satu rumah sakit daerah Kota Palu.
Apalagi dirinya tidak sempat hadir di pemakaman serta doa tahlilan almarhumah ibunya, sebab sedang menjalani isolasi terkena virus Covid-19 selama beberapa hari, bersamaan masuk rumah sakit dengan ibunya.
Ia bingung bagaimana kelanjutan cicilan sepeda motornya harus segera dibayar. Selain itu, bagaimana menanggung biaya kuliah yang saat itu ia baru diterima masuk sebagai mahasiswa Untad Palu.
Ia lalu mendapatkan informasi dari keluarga dan rekan kerja almarhumah ibunya, bahwa ada santunan akan diterimanya dari BPJS-TK sebagai ahli waris.
Usai menjalani masa perawatan isolasi, ia lalu menyiapkan segala hal yang dipersyaratkan oleh BPJS-TK guna klaim pencairan dana santunan.
Lewat bantuan kenalan tantenya di BPJS-TK, dimasukkanlah segala syarat klaim dana santunan BPJS-TK. Kurang lebih 14 hari kerja, cairlah dana santunan tersebut sebesar Rp42 Juta.
Dengan cairnya dana santunan tersebut, ia lalu membayar lunas cicilan motornya tinggal setahun sebesar Rp10 juta, dari 3 tahun masa pencicilan Rp800 ribu lebih setiap bulannya, di salah satu leasing Kota Palu, usai permohonan restrukturisasinya ditolak akibat leasing tidak memiliki skema masa pandemi Covid 19.
Lalu membayar utang dari pekerjaan mamanya juga sebagai reseller barang-barang rumah tangga, sebesar Rp10 juta.
Kemudian sekitar Rp16 Juta dipakai untuk pembacaan doa 100 hari atas meninggalnya ibunya, serta kumpul-kumpul keluarga. Ini dilakukan guna ingin menunjukan kepada keluarga.
“Lihat-lihatlah imam (saya) tinggal sendiri, tidak punya siapa-siapa, bantu-bantulah nanti mungkin makan atau lainnya,” tutur pria kelahiran Palu 15 Desember 2002 ini.
Dia patut bersyukur, respon keluarga baik dari keluarga almarhumah ibunya (Naima) maupun keluarga almarhum bapaknya (Ismail) sangat baik dan membuka pintu rumah mereka seluas-luasnya bila ada keperluan dibutuhkan, seperti makan atau hal lainnya, untuk tidak segan-segan datang ke rumah mereka.
Sedangkan dana santunan tersisa tersebut dijadikan sebagai tabungan sampai sekarang.
“Jadi saya bersyukur adanya dana santunan tersebut, sangat membantu sekali,”ucapnya dengan sumringah.
Kini tidak ada rasa cemas lagi, segala kebutuhan dan keperluannya sudah terpenuhi dengan dana santunan tersebut. Dan masih memiliki tabungan sisa dari uang santunan.
Begitulah manfaat dirasakan oleh Imam Fauzi sebagai ahli waris, dari program jaminan kematian BPJS-TK. Masih ada program manfaat lainnya seperti Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Tidak hanya Imam Fauzi, masih ada ahli waris lainnya juga merasakan manfaat atas keikutsertaan program BPJS-TK , yakni Ratna warga kelurahan Boyaoge ditinggal wafat suaminya Djasmin juga terkena virus Covid 19 kala itu.
Ibu dari empat orang anak ini benar-benar sangat terbantu adanya dana santunan sebagai ahli waris. Yang mana masa pandemi Covid 19 ekonomi lesuh ada pembatasan aktifitas, dia hanya sebagai penjual jajanan kue dititip ke kios-kios tidak bisa mendapat untung sebab pembatasan aktivitas warga.
Malah kala itu, dia tidak berjualan jajanan kue, hingga keuangan seret. Ditambah lagi mendapat musibah duka suami tercinta meninggal dunia.
Ia hanya bisa pasrah, bersyukur ada dana santunan sebagai ahli waris atas kematian pasangan hidupnya selama 43 tahun menjalani bahtera rumah tangga.
Setelah mendapatkan informasi dari beberapa rekan kerja almarhum suaminya untuk klaim pencairan dana santunan BPJS-TK, ia pun lalu mengurus segala syarat yang dipersyaratkan BPJS-TK. Setelah lengkap dan memasukkan berkas yang disyaratkan dan menunggu batasan waktu tertentu, dana sebesar Rp42 juta tersebut pun cair.
Ia lalu menggunakan uang santunan tersebut untuk beberapa keperluan, seperti mengadakan pembacaan doa 40 hari wafatnya suaminya dan keperluan lainnya.
Sisanya disimpan sebagai tabungan, sewaktu-waktu keadaan terdesak, dan modal usaha jualan jajanan kue. Apabila jualannya pun tekor, maka santunan itu bisa dicabut, sebagai tambahan modal usaha.
“Jadi dana santunan tersebut, sangat membantu sekali,” pungkasnya.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK Cabang Palu menggencarkan kampanye program kerja cepat bebas cemas di wilayah perdesaan Sulawesi Tengah (Sulteng), untuk mengakomodasi pekerja mendapat perlindungan sosial ketenagakerjaan.
Dalam beberapa kesempatan Kepala BPJS-TK Palu Lubis Latif menjelaskan, program tersebut sebagai upaya guna memberikan perlindungan bagi pekerja masuk dalam kepesertaan BPJS-TK, baik pekerja sektor formal maupun informal.
Ia menjelaskan, masih banyak pekerja belum mengetahui manfaat perlindungan BPJS-TK, sehingga pihaknya secara masif menyosialisasikan program tersebut hingga ke pelosok desa.
Tercatat hingga Agustus 2023, sebut dia, sekitar 100 lebih pekerja telah menjadi peserta aktif BPJS-TK di Sulteng, dan pihaknya bertanggungjawab menyosialisasikan program tersebut kepada pekerja, agar mereka bisa menikmati haknya melalui jaminan sosial ketenagakerjaan.
Program BPJS-TK juga merupakan bagian dari program nasional dalam penanggulangan kemiskinan ekstrem.
Ia menambahkan,hingga September 2023 sekitar 90 ribu lebih pekerja sektor informal bukan penerima upah (BPU) telah menjadi peserta aktif dibandingkan tahun sebelumnya sekitar 50 ribu pekerja.
Pada penyelenggaraan program tersebut,tutur dia, warga negara bisa menjadi peserta BPJS-TK, sepanjang menjadi tenaga kerja atau bekerja, dan pendaftaran dapat secara mandiri atau BPU maupun penerima upah (PU) yang dibiayai pemerintah atau pihak swasta tempat bekerja.
“Manfaat dasar diperoleh peserta yakni jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JK),” ucap Lubis.
Ia menambahkan, penyelenggaraan program BPJS-TK peserta hanya membayar biaya bulanan sebesar Rp16.800, dengan nilai iuran ini mereka bisa mendapat perlindungan sosial ketenagakerjaan.
Ia juga berharap pemerintah daerah (pemda) dapat memfasilitasi program ini kepada para pekerja, karena jaminan sosial ketenagakerjaan merupakan penyangga ketahanan ekonomi keluarga.
“Kami juga butuh kemitraan dengan pemda, mulai dari tingkat atas hingga bawah supaya kampanye kerja cepat bebas cemas lebih optimal. Kendala kami di lapangan menyangkut geografis, karena banyak desa aksesnya cukup sulit, sehingga butuh tenaga ekstra. Meski begitu bukan menjadi penghalang bagi kami,” pungkasnya.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG