PALU – Anggota Komisi C DPRD Kota Palu, Alfian Chaniago menyatakan dukungan atas langkah yang dilakukan Kepala Dinas Penataan Ruang dan Perumahan (DPRP) dalam menertibkan papan reklame yang tidak bertuan.
Meski demikian ia sempat mengaku heran, karena reklame yang tidak ada pemiliknya, namun bisa berdiri.
Olehnya, Alfian berharap agar penertiban ini dilakukan dengan pendataan yang akurat. Jika benar-benar tidak diketahui pemiliknya, langsung dibongkar saja.
“Kalaupun nanti ada yang komplain, kan kita punya Satpol PP untuk membantu pengamanan. Jadi, tetap harus dibongkar. Soal mereka mau bangun lagi atau tidak, itu urusan mereka,” kata Alfian, Kamis (22/05).
Selain mendukung langkah Dinas Tata Ruang, ia juga ingin memberi masukan kepada kepala dinas agar tidak hanya menertibkan reklame yang tidak bertuan, tapi juga yang reklame yang berizin namun melanggar aturan tata ruang atau mengganggu estetika kota, merusak pemandangan atau membahayakan keselamatan, tetap harus dibongkar.
Ia menontohkan papan reklame di perempatan Jalan Setia Budi-S Parman yang sangat mengganggu. Secara estetika, kata dia, posisi reklame itu tidak enak dipandang.
Selain itu, kata dia, ada juga papan reklame yang terlalu rendah di pertigaan Jalan Gatot Subroto dan Masjid Raya, menuju arah Taman Nasional. Posisinya juga membahayakan, dan secara estetika tidak baik, sehingga harus dibongkar.
“Sekarang ini saya lihat banyak papan reklame baru bermunculan. Kita tidak tahu apakah mereka sudah mengantongi izin atau belum. Tiba-tiba saja sudah berdiri,” katanya.
Menurutnya, proses penertiban ini harus dilakukan secara selektif dan tertib. Dengan penataan yang baik, pemerintah daerah juga bisa mendapatkan pendapatan dari pajak reklame.
Sebenarnya, kata dia, DPRP Kota Palu mempunyai banyak pekerjaan. Selain soal reklame, ia juga mendorong dinas ini untuk menertibkan bangunan-bangunan, terutama memeriksa kelengkapan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung), baik itu rumah tinggal, kos-kosan, atau rumah wallet, semuanya perlu dicek.
“Banyak yang membangun rumah walet sekarang, terutama di tengah kota, tapi kita tidak tahu apakah mereka punya izin atau tidak,” ungkap Politisi Partai Gerindra itu.
Selain itu, kata dia, penertiban ini juga harus mencakup aspek fungsi bangunan. Ia berharap, Dinas Tata Ruang bisa bekerja sama dengan Dinas Perdagangan untuk menertibkan pedagang-pedagang yang berjualan di tempat yang tidak semestinya, seperti pedagang sayur, ikan, atau ayam potong.
“Mereka seharusnya berjualan di pasar, bukan di pinggir jalan. Kita ini sudah punya perda, masa pemerintah kalah sama pedagang liar? Kita harus tegas dan juga memberi edukasi kepada masyarakat agar membeli di pasar resmi,” tegasnya.
Selanjutnya, ia juga mendorong agar Dinas Tata Ruang memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam pengurusan PBG. Kadis, kata dia, harus mencari formula atau sistem yang membuat masyarakat mudah mengurus izin ini.
Karena selain mendatangkan pendapatan dari sektor perizinan, data dari PBG ini juga bisa dimanfaatkan oleh Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) untuk menyesuaikan nilai NJOP.
“Misalnya, jika awalnya tanah kosong, lalu terdeteksi ada bangunan di atasnya, maka nilai pajaknya akan bertambah, dan ini memberi pemasukan tambahan untuk daerah,” jelasnya.
Kemudian, ia juga menekankan pentingnya pembaruan dan penyesuaian terhadap RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), terutama pasca bencana. Dinas Tata Ruang, kata dia, harus menata ulang zona-zona yang terdampak likuefaksi dan tsunami, serta membuka ruang baru untuk pemukiman yang aman.
Selain itu, kata dia, perlu menghitung ulang berapa lahan pertanian yang tersedia di Kota Palu untuk mendukung ketahanan pangan. Ini penting untuk jangka panjang.
“Semua yang saya sampaikan ini juga merupakan hasil diskusi di rapat LKPj. Secara keseluruhan, saya sebagai anggota DPRD Komisi C mendukung penuh semua program dan kebijakan Dinas Tata Ruang, asalkan benar-benar dilakukan untuk kepentingan masyarakat dan perbaikan Kota Palu ke arah yang lebih tertib, aman, dan indah,” tutupnya. (RIFAY)