PALU – Komisi 1 DPRD Sulawesi Tengah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama kuasa ahli waris dari rumpun keluarga Keru Powalanga, Riedelson Tobigo, didampingi tim kuasa hukumnya dari Satria Garuda Tadulako, di Ruang rapat DPRD Sulteng, Jalan Sam Ratulangi, Kota Palu, Rabu (7/5).
RDP tersebut membahas dugaan praktik mafia tanah di Kabupaten Morowali Utara, khususnya terkait lahan milik warga.
Para ahli waris dan tim kuasa hukum diterima oleh Wakil Ketua III DPRD Sulteng, Ambo Dalle, Bartholomeus Tandigala, Elisa Bunga Allo dan Mahfud Masuara.
Koordinator Tim Kuasa Hukum, Vebry Tri Haryadi, menjelaskan bahwa rumpun keluarga Keru Powalanga memiliki lahan yang dikuasai secara turun-temurun di wilayah Olonsawa, Kelurahan Bahontula, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara. Kepemilikan ini diperkuat oleh sejumlah dokumen, seperti Register No. 311/07/2008 atas nama L. Powalanga; Register No. 593.3/65/X/2006 atas nama B. Baturangka; dan Register No. 593.3/31/Kel.BTL/XI/2011 atas nama B. Keru.
Selain itu, terdapat Surat Keterangan No. 048/KEL.BTL/XII/2014 yang dikeluarkan oleh Lurah Bahontula saat itu, Musmin Mangeto.
“Selain dokumen resmi, kepemilikan tanah tersebut juga didukung oleh surat pernyataan dari beberapa mantan lurah Bahontula, yakni Musmin Mangeto (2010–2014), Tonis Baoli (1999–2003), serta tokoh masyarakat seperti Malkias Mesepi dan Ame Tansala. Mereka menyatakan bahwa tanah keluarga klien kami telah diganti rugi oleh PT ALJ, namun dijual oleh oknum aparat pemerintah kecamatan,” ungkap Vebry, didampingi rekan-rekan sesama tim hukum: Victor H.G. Kuhu, Setyadi, Andry Djayadi, Dian R.A. Palar, Vifka Sari Masani, dan Rivkiyadi.
Vebry menambahkan, terdapat dugaan bahwa beberapa oknum aparat pemerintah kecamatan telah merekayasa dan memanipulasi Surat Keterangan Tanah (SKT) secara melawan hukum, bekerja sama dengan pihak kelurahan, yang menyebabkan hilangnya hak atas tanah milik kliennya.
“Rekayasa ini diduga bertujuan untuk memperoleh ganti rugi dari lahan kini masuk dalam wilayah pertambangan PT ALJ,” tegasnya.
Vebry mengatakan, bahwa praktik mafia tanah ini diperkirakan telah berlangsung sejak 2022 hingga 2024. Salah satu indikasinya adalah hilangnya buku tanah atau buku register tanah di Kelurahan Bahontula, sangat merugikan keluarga Keru Powalanga.
Akibat peristiwa tersebut, keluarga Keru Powalanga mengaku tidak mendapat pelayanan baik dari pihak kelurahan ketika hendak mengurus dokumen tanah, baik berada di wilayah pertambangan maupun di luar wilayah tersebut. Mereka bahkan merasa seolah-olah dimusuhi oleh pihak kelurahan.
Melalui forum tersebut, pihak kuasa hukum berharap DPRD Sulteng sebagai wakil rakyat dapat bertindak tegas dalam memerangi praktik mafia tanah. Mereka meminta agar DPRD menjalankan fungsinya sebagai pengawas dan pengendali terhadap lembaga eksekutif yang terlibat dalam tindakan melawan hukum.
“Kami berharap para wakil rakyat dapat memberikan perhatian terhadap permasalahan ini, agar persoalan yang menimpa klien kami dapat terselesaikan secara adil dan menyeluruh,”katanya.
Riedelson Tobigo mengatakan, perkara menimpa keluarganya sudah pernah dilakulan RDP dengan DPRD Morut, hasilnya DPRD merekomendasikan membawa persoalan tersebut ke ranah hukum pengadilan,guna pembuktian kepemilikan secara perdata.
Wakil Ketua DPRD Sulteng Ambo Dalle mengatakan,dari penyampaian ahli waris dan kuasa hukumnya,pihaknya akan memanggil pihak-pihak terkait untuk di dengarkan.
Olehnya Ambo Dalle meminta ahli waris dan kuasa hukum untuk melengkapi bukti-bukti pendukung lainnya, hal tersebut untuk memperkuat posisi tawar ketika memanggil pihak-pihak terkait.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG