BELAJAR kaligrafi Alquran membuat hidup terasa semakin dekat di sisi Alquran. Dalam menulis, ayat-ayat suci Alquran, para kaligrafer terlebih dahulu membacanya lalu menuliskannya. Begitulah, salah satu keutamaan dan keberkahan dari belajar kaligrafi Alquran.

Seperti yang diungkap salah satu kader Sanggar Seni dan Pesantren Alhasymi Pusat Palu, Syarifah SPdI (29). Perempuan asal Kabupaten Poso ini cemerlang disetiap ajang Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) di Sulteng.

Dia bahkan pernah mengikuti seleksi MTQ menuju kancah nasional, namanya selalu menjadi satu diantara peserta yang dikirim membawa nama daerah. Meski demikian, ia belum mampu bersuara di tingkat nasional. Namun, dibalik prestasinya tersebut, bukanlah perkara mudah. Berbagai kendalah, sering ditemukan dijalan. Diatanranya, kader Alhasyimi pernah mengalami kekurangan kader, hingga ia menemukan titik kejenuhan di dalam menulis kaligrafi Alquran.

Syarifah mengakui, menulis kaligrafi tidaklah mudah seperti yang terbayang. Menulis kaligrafi, diatur oleh beragam kaidah penulisannya. Ada tujuh kaidah penulisan di dalam kaligrafi Alquran. Yakni, Naski, Tsulus, Riqah, Kufi, Diwani, Diwani Jali, dan farisi. Menuru dia, kaligrafi tidak sekadar memperindah bait-bait ayat suci Alquran. Namun dibalik itu, ada wujud kecintaan terhadap ajaran Islam dan mewariskan sejarah serta perkembangan Islam sampai ke tanah air.

Syarifah beralasan, berkaligrafi sama halnya, menemukan keberkahan. Mulai dari Ia bisa berkeliling kabupateng di Sulteng sampai, bisa menampaki hampir seluruh pulau di Nusantara. Menurut dia, berkeliling Indonesia merupakan bagian kecil dari keberkahan mempelajari kaligrafi Alquran. Hingga kini, impian yang masih belum tercapai, adalah melaksanakan ibadah umro melaluli kaligrafi. Tentu impian tersebut, diraih dengan tekun memperdalam kaidah penuliasan kaligrafii, sehingga dapat meraih juara terbaik disetiap iven MTQ.

“Alhamdulilah kita tidak jauh dari Alquran, dan sebelum menulis, terlebih dahulu kita membacanya. Berkah dari kaligrafi juga, Alhamdulillah menambah rezeki, itu bonus, dan mempelajari Alquran bisa berkeliling-kelilng Indonesia. Dan impian selajutnya bisa umro, lewat berkah dari Alquran ini juga” ungkap Syariafah, Kamis, (15/3) sore.

Ia juga menambahkan, dengan kaligrafi, bisa mengembangkan seni Islam, dan mengalihkan anak-anak muda ke hal-hal yang lebih positif. Dan Alhamdulliah kata dia, sekarang pecinta kaligrafi di Iindoensia khsusunya di Sulteng semakin bertambah. Dapat terlihat, dengan sudah semakin bayankanya, anak-anak Indoneisa terkenal di luar negeri. Ipe sapaan akrabnya, berharap, Sangar Seni Kaligrafi Alhasyimi sebagai wadah, untuk mengembangkan bakat dibiddang seni Islam bagi generasi muda.

Ia menceritakan, jatuh hatinya kepada kaligrafi, dimulai sejak berada di bangku MTs Alkhairaat Pusat Palu. Waktu itu, pihak madrasah memasukan mata pelajaran tulisan indah atau khat Alquran. Meski demikian, belajar di MTs juga tidak cukup. Ia berinisiatif, terus mengasah kemampuanya untuk melanjutkan kursus di Alhayimi hingga sekarang.

“awalnya saya mengenal Alhasyimi dari sekolah MTS Alkhairaat Pusat Palu. Disana saya mengenal Alkhat, ustad Taufik, mengajarkan Alkhat, disitu saya pertama kali belajar kaligrafi. Jadi awalnya disitu, teryata saya suka, dan akhrinya jadi berminat lebih lanjut dan akhirnya menjadi hobi. Sekitar tahun Tahun 2000.” Kata Ipe.

Ia juga menceritakan, saat berdirnya Alhasyimi, di awal tahun 2000-an, dibentuk oleh ustad Arif. Proses belajarnya pun, masih berpinda-pinda lokasi. Seperti dari sekolah ke sekolah lain. Dan sampai pada suatau hari kada dia, kader yang sebulumnya berjumlah banyak, lambat laun menjadi berkurang. Kondisi itu, lanjut dia, sebagai situasi titik kejenuhan para kaligrafer unutk belajar.

“akan menemukan titik jenuh, apalagi, kelas dua Stanawiyah,  itu ada pelajaran pada kelas tiga Alkhat tidak diajarkan lagi. Selanjutnya saya belajar sudah di kurus, untuk belajar alkhat. Sebagai menulis saja, kahirnya menjadi hobi.” pungkasnya. (NANANG IP)