Ramadhan pertama di negeri sang penakluk sultan Muhammad Alfatih Turki, disambut dingin yang  menggila. Memang belakangan ini kata pemandu wisata kami nona Ouji menyebut  matahari di Turki belakangan ini  dibalut mendung pekat diiringi hujan rintik. Kami rombongan travel  AyoKeliling dunia Fauzan Group sebanyak 30 personil kebanyakan mendekap tangan dan malas bergerak. Maklum ini kali pertama merasakan hidup dibawah suhu 6 derajat tapi berasa 4 derajat. Jadinya tubuh diguncang  gemetar menggigil.

Siang kemarin kami merapat dan bermanuver menuju keajaiban antik Masjid Hagia Sophia. Ini adalah puncak dari wisata religi yang sudah bertahun tahun diagendakan (setidaknya saya, he he) . Pilihan berziarah ke masjid Hagia Sophia tentu saja tak salah, masjid ini adalah salah satu keajaiban dunia sekaligus simbol pertarungan Islam terhadap Barat (baca Kristen).

Bermula mengitari jalan setapak menuju alun alun masjid, terlihat  pendar Hagia Sophia. Berdiri kokoh  anggun dan berkarismatik. Menatapnya bagai sebuah kebijaksanaan yang mengayomi – merujuk pada arti namanya: suci kebijaksanaan. Maha karya agung ini kini tetap terjaga keasliannya – – -dibangun oleh Konstantinus I pada tahun 325 di atas fondasi kuil pagan. Putranya, Konstantius II, mensucikannya pada tahun 360 sebagai gereja terbesar dunia.

Untuk masuk ke dalamnya dibutuhkan antrian yang mengular. Kesabaran mengantri disertai hujan rintik menjadi pupus melihat riuhan manusia muslim dan non muslim berseliweran menikmati aura masjid Hagia Sophia.

Di dalam masjid saya langsung menunaikan shalat dhuhur di teras mimbar. Usai itu saya lalu membatin: betapa mulianya sultan Alfatih sang penakluk Hagia Sophia berikut dengan peradabannya. Dengan jihadnya Islam tak terlecehkan. Karena itu pantaslah Dia seorang mujahid sejati yang pernah ada. Usai sholat saya malu menatap mihrab, seakan hadir  sultan Alfatih menyapa apa kabar Indonesia. Dan saya tak bisa membalas, kabar apa yang harus saya sampaikan.

Mari sejenak kita merenung perjuangan panglima perang terbaik yang pernah disebut sebut baginda Rasulullah Muhammad SAW.

Bayangkan selama tak kurang 50 hari sejarah Sultan Mehmed II, demikian nama asli Al-Fatih, menggempur benteng kota Konstantinopel yang berdiri kukuh membentang di pinggir pantai.

Tak kurang 250.000 prajurit Islam terbaik dikerahkan untuk merangsek kota yang hampir sekitar 1.500 tahun dikuasai Kekaisaran Romawi Timur.

Perebutan Hagia Sophia bukan pertama kali dicoba Sultan  Alfatih. Berpuluh kali pasukan Islam mencoba merebut Konstantinopel namun tak pernah berhasil, sampai kemudian mehmed  yang sebelumnya merupakan salah satu panglima perang Islam di Mesir menumbangkan Konstantinopel, sekaligus mewujudkan apa yang selama beratus tahun berdengung di telinga para pemimpin perang pasukan Islam, “Sebaik-baiknya panglima adalah panglima yang bisa menaklukkan Konstantinopel dan sebaik-baiknya pasukan adalah pasukan yang bisa menaklukkan Konstantinopel.”(HR.Ahmad)

Tapi memang, sejarah besar hanya akan ditorehkan oleh orang-orang besar. Seperti Muhammad Al-fatih. Pada usia 25 tahun, ia mampu membuktikan dirinya sebagai pelaku hadits mulia itu. ia menjadi pahlawan kabar gembira Sang Nabi untuk menaklukan Konstantinopel, ibukota Imperium Bizantium.

Mungkin kini sosoknya boleh jadi tidak begitu dikenal anak-anak generasi anak milenial. tapi, sejarah sangat mengenalnya sebagai orang besar yang telah membuat sejarah besar dalam perjuangan besar dibalik kesuksesannya, tentang strategi militernya yang mencengangkan dunia, tentang proyek-proyek peradaban dan ekonomi yangberhasil dihadirkan untuk dunia dan tentang cerita terbunuhnya yang penuh misteri. Dan sejarah memang acapkali disisipi seorang pecundang munafik.

Sang penakluk muhammad Alfatih telah membuktikan hilal jihad dalam dirinya. Dia tak berdakwah di atas sajadah tapi dakwahnya melampaui semua itu. Melakukan lompatan jauh menuju surga firdaus lewat dakwah air mata, darah dan jiwa. Sebuah legasi yg dia wariskan buat dunia Islam. Wallahul alam.

Penulis : Darlis Muhammad