PALU – Sekretaris Kota (Sekkot) Palu, Irmayanti Pettalolo, menceritakan sejarah singkat perjalanan hidup Habib Sayyid Idrus bin Salim Aljufri atau Guru Tua, hingga mewariskan ribuan lembaga pendidikan di berbagai daerah di Indonesia.

Sekkot menuturkan sejarah ini, usai menerima surat pengesahan status kewarganegaraan Indonesia Guru Tua dari Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Hermansyah Siregar, Senin (29/07).

Sekkot menuturkan, Sayyid Idrus bin Salim Aljufri, lahir di Taris, Hadramaut, Yaman, merupakan putra kedua dari pasangan Habib Salim bin Alwi bin Saggaf Aljufri, seorang mufti di Hadramaut dan Andi Syarifah Nur binti Muhammad Aljufri, keturunan raja di Sulawesi Selatan dengan gelar Arung Matoa Wajo.

“Dalam darah beliau mengalir warisan ulama besar dari ayahnya dan pemimpin bangsawan dari ibunya,” kata Sekkot.

Kata dia, kombinasi inilah yang membuat Guru Tua menjadi tokoh ulama pendidik yang kharismatik dan berjasa besar dalam membangun pendidikan serta menyebarkan dakwah Islam di Sulteng.

Lanjut dia, jejak perjuangan Guru Tua dalam mendidik akhlak mulia dan mencerdaskan anak bangsa, telah dimulai sejak masa penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, hingga wafatnya pada Tanggal 29 Desember 1969.

Lanjut dia, meskipun fokus perjuangannya di bidang pendidikan dan dakwah Islam, namun Guru Tua tidak dapat terlepas dari tekanan penjajah Belanda dan Jepang, karena aktivitasnya yang menentang kolonialisme.

“Sebagian besar hidup beliau dicurahkan untuk memperjuangkan kemuliaan akhlak dan kecerdasan anak bangsa,” katanya.

Melalui madrasah atau perguruan Alkhairat yang didirikan pada 11 Juni 1930, kata dia, Guru Tua telah berhasil mendirikan 1.550 sekolah, mulai dari tingkat TK hingga menengah, perguruan tinggi, dan rumah sakit yang tersebar di berbagai wilayah Sulteng dan Indonesia timur.

“Beliau juga mewariskan tidak kurang dari 49 pondok pesantren yang tersebar di wilayah yang sama,” ungkapnya.

Menurut Sekkot, warisan dan perjuangan Guru Tua melalui perguruan Alkhairat telah memberikan dampak yang sangat luas. Tidak hanya di Sulteng, tetapi juga di Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua, Kalimantan Selatan, dan Indonesia timur pada umumnya.

“Banyak ulama, tokoh masyarakat, cendekiawan, dan intelektual yang lahir dari perguruan beliau,” imbuhnya.

Sementara itu, Kakanwil Kemenkum-HAM Sulteng, Hermansyah Siregar, menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada jajaran Pemkot Palu bersama PB Alkhairaat dan Pemprov Sulteng yang telah berupaya memperjuangkan hingga proses status pengesahan kewarganegaraan Indonesia telah disandang oleh Guru Tua.

Seremoni penyerahan pengesahan kewarganegaraan tersebut turut dihadiri Sekjen PB Alkhairaat, Jamaluddin Mariadjang dan Ketua PB Alkhairaat, Hamdan Rampadio.

Selain itu, nampak pula sejumlah pejabat, seperti Asisten Pemerintahan dan Kesra Setdaprov Sulteng Fahruddin Yambas, Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Kota Palu Usman, Kadinsos Kota Palu Susik, Kabag Perekonomian Setda Kota Palu Rahmat Mustafa dan sejumlah pejabat lainnya.

Reporter : Hamid
Editor : Rifay