SPIRIT pemberantasan gerakan terorisme harus terus dipelihara. Semangat memberantasan teroris tak boleh padam. Dalam konteks itulah, pernyataan Anggota DPR RI Abdul Kadir Karding di Palu, pekan lalu, harus diletakkan.
Abdul Kadir mengingatkan masyarakat harus mewaspadai terhadap kelompok-kelompok yang ditenggarai mengusung ideologi radikal dan paham kekerasan. Keterlibatan masyarakat tentu penting dalam konteks pemberantasan gerakan terorisme di tanah air.
Semangat ini tak boleh surut. Perpanjangan Operasi Tinombala di Poso adalah bagian dari upaya itu. Operasi itu harus disikapi sebagai bagian dari spirit pemberantasan terorisme di tanah air.
Faktanya gerakan teroris tak jua surut. Di Poso boleh jadi gerakan mereka terbatas, tapi kini mereka muncul lagi di Pulau Jawa dengan aksi yang berbeda. Kelompok teroris di Jawa itu dicurigai anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yakni kelompok ekstremis yang terkait dengan ISIS sebagai organisasi teroris. Kelompok itu didirikan 2015 dan beberapa kali melakukan aksi teror di Jakarta.
Adanya warga Jateng dalam kelompok itu memunculkan spekulasi bangkitnya kelompok Jawa Tengah kembali unjuk gigi. Wilayah ini memiliki catatan sebagai sarang kelompok teror. Beberapa daerah yang pernah terjadi baku tembak antara lain Solo, Temanggung, Wonosobo, dan Kota Semarang.
Gembong teroris asal Malaysia Noordin M Top tewas ditembak dalam baku tembak di sebuah rumah di Solo pada 2009. Salah satu pentolan ISIS di Indonesia yang paling dicari saat ini, Bahrun Naim, juga tercatat pernah kuliah di Solo. Akhir Januari lalu, aparat menangkap tiga terduga teroris di Sragen. Diduga ketiganya sebagai kelompok teror yang bertugas merakit bahan peledak. Realitas itu menjadikan pergerakan teroris di Jawa Tengah selalu disorot.
Pergerakan teroris itu menegaskan berbagai hal tentang aksi-aksi mereka. Pertama, tindakan mereka dipandang sebagai amaliyah atau balas dendam atas tertangkap rekan mereka. Kedua, aksi balas dendam menunjukkan kesetiaan pada pimpinan dan sesama anggota. Mereka bahkan rela mati untuk kesetiaan itu.
Melihat aksi-aksi nyata terorisme, polisi mengajak masyarakat untuk mewaspadai pergerakan radikalisme dan terorisme sekecil apapun. Seringkali terduga teroris merupakan sosok yang tidak disangka-sangka. Namun kelompok tersebut biasanya jarang bersosial, menutup diri, kerap berkumpul secara tertutup, dan intoleran. Untuk menangkal gerakan teror makin meluas, dibutuhkan pemahaman hidup kebersamaan dan penuh toleransi dalam masyarakat sosial. Semua pihak juga harus senantiasa memelihara spirit pemberantasan terorisme. (Amran Amier)