MOROWALIDugaan pungutan liar yang dilakukan sejumlah kelompok masyarakat di jalur penghubung Sulawesi Tengah–Sulawesi Selatan, tepatnya di wilayah Seba-seba, terus menuai keluhan warga.

Jalur alternatif tersebut kini dianggap telah berubah fungsi menjadi “ladang pungli” oleh oknum yang tak bertanggung jawab.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (Apdesi) Kabupaten Morowali, Asnan As’ad, menyuarakan keresahan masyarakat atas maraknya praktik pungutan di jalur tersebut.

Ia secara tegas meminta aparat keamanan untuk segera bertindak.

“Satu kata saja, pihak keamanan harus bubarkan kegiatan itu,” tegas Asnan, yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Geresa, dikutip dari Sangalu.com, Kamis (10/4/2025).

Sebelumnya, tim jurnalis telah melakukan penelusuran di jalur Seba-seba dan menemukan praktik pungutan kepada setiap pengendara yang melintas, dengan tarif bervariasi.

Untuk pengendara motor dikenakan biaya antara Rp10.000 hingga Rp20.000, sementara mobil dikenai Rp30.000 hingga Rp50.000 per sekali melintas.

Jika dihitung secara kasar, kelompok yang melakukan pungutan ini bisa meraup pendapatan hingga puluhan juta rupiah per bulan. Hal ini menjadi perhatian serius masyarakat yang merasa haknya sebagai pengguna jalan umum dirampas.

Kegiatan ini disebut-sebut sudah berlangsung cukup lama, dengan dalih kontribusi terhadap perbaikan jalan. Namun masyarakat menilai dalih tersebut tidak relevan lagi, apalagi pungutan dilakukan secara terbuka dan tanpa dasar hukum yang jelas.

Menanggapi kondisi tersebut, pihak Kepolisian Resor (Polres) Morowali melalui Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) telah mengerahkan Tim Resmob ke lokasi.

“Sudah ada Tim Resmob menuju ke sana. Saya perintahkan untuk melakukan pendalaman dan pemetaan—mana yang termasuk jalan umum dan mana yang merupakan jalan milik perusahaan,” jelas Kasat Reskrim Polres Morowali, Iptu Andi Harman Syah, Jumat (11/4/2025).

Ia menegaskan bahwa apabila ditemukan praktik pungutan di jalan umum, maka akan dilakukan tindakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Sebaliknya, jika jalan tersebut merupakan aset perusahaan, maka akan dikembalikan pada otoritas terkait.

“Intinya, keluhan masyarakat akan kami respon secara serius. Bila ditemukan pelanggaran, tentu akan kami tindak,” tutupnya.

Masyarakat berharap, langkah cepat aparat dapat mengakhiri keresahan yang sudah lama terjadi dan mengembalikan fungsi jalur Seba-seba sebagai akses mobilitas umum tanpa tekanan atau pungutan ilegal. *