Jelang akhir masa penugasannya, Esti mendesain kegiatan Pasiar Ngata di desanya dengan membayangkan kegiatan itu seperti perjamuan besar pesta pora. Tetapi seiring berjalannya waktu, ternyata kegiatan tersebut ibarat karoda (makanan khas Sigi).

“Karoda yang disukai dan digemari oleh warga Kilo atau Polerea II, dan Polerea, yang mana dapat disantap dapat dinikmati, karena kemurahan hati dan juga kelapangan dada bapak ibu semua yang sudah berbagi dan meluangkan waktu memberikan sedikit yang dipunya, untuk terlaksana kegiatan ini untuk anak-anak kita semua,” ucap perempuan berdarah Jawa itu.

Sesungguhnya, lanjut Esti, Pasiar Ngata ini bukan hanya untuk anak-anak, tetapi juga untuk orang dewasa. Karena harapannya semua orang dapat membangun pijakan-pijakan sehingga generasi muda bisa melihat lebih jauh, bisa berpijak lebih tinggi, untuk mencapai masa depan yang lebih baik lagi.

“Kenapa sih Pasiar Ngata harus dilakukan? Harus repot-repot mengajak semua orang terlibat? Karena sekali lagi, merayakan pendidikan itu bapak, ibu semua, ibarat pesta dansa, ibarat badero, semua orang harus turun ke lantai dansa, semua orang harus bergandengan, semua orang harus berdendang dan bergoyang bersama, dan tak kalah penting semua orang harus bahagia,” lanjutnya.

Bentangan alam Porelea (FOTO: media.alkhairaat.id/Iker)

Bergandengan tangan untuk pendidikan dapat memangkas jarak Palu – Polerea dengan medan yang sulit. Kabar sulitnya akses jalan di ceruk Pipokoro membuat desa tua di lembah itu jarang dikunjungi orang luar, meski menawarkan bentangan alam yang bak serpihan firdaus.

Tetapi, hadirnya program Pasiar Ngata mengantarkan beberapa orang diantaranya Kadis Pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Sigi, Dosen Universitas Abdul Aziz Lamadjido (Azlam), Kanit Babinkabtibmas dari Polsek Kulawi, Staff NGO, dan awak media ini untuk mencicipi palung dingin di seberang Desa Lonebasa itu, didampingi Camat Pipikoro yang hampir tidak pernah absen dalam kegiatan para pengajar muda di wilayahnya.

“Saya ingin mengutip kalimat Sutan Syahrir yang pernah disampaikan Najwa Shihab, bahwa apa yang tidak diperjuangkan tidak akan dimenangkan, maka di hari ini, detik ini, di tempat ini, saya ingin mengajak semua orang baik pemerintah, orang tua, masyarakat mari kita perjuangkan, mari hantarkan anak-anak kita menuju masa depan terbaik yang telah disiapkan Tuhan,” tandas Esti pada acara penutupan pasiar Ngata, Rabu (02/08).

Ibarat pesta dansa, mengulang kembali penuturan Esti, gotong royong dalam pendidikan melalui kegiatan tersebut dikemas dalam berbagai agenda, seperti Sarasehan Pendidikan, Kegiatan Bersama Masyarakat, Kegiatan Bermain dan Belajar yang didesain serupa Kelas Inspirasi, Kelompok Kerja Guru, Berbagai Perlombaan, dan penampilan seni.

Reporter : Iker
Editor : Rifay