Oleh : Moh Muflich Armunanto, S.Tr.Stat
Indonesia merupakan negara yang subur dan kaya akan sumber daya alam, lahan pertanian yang luas serta sumber daya alam yang melimpah adalah anugrah bagi kita bangsa Indonesia. Anugrah inilah yang kemudian membuat sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor pertanian. Tercatat pada Februari 2021 sebesar 38,78 juta penduduk atau 29,59 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang bekerja pada sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Sehinggga membuat Sektor pertanian menjadi leading sector, terutama dalam pencapaian target dan tujuan program Sustainable Development Program (SDGs) tahun 2030.
Harapan besar terus lahir dari sektor pertanian, salah satu harapan rakyat Indonesia adalah “Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045”. Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045 adalah keadaan dimana pada tahun 2045 diharapkan Indonesia mampu menjadi salah satu pengekspor hasil pertanian terbesar di dunia. Mantan Mentri Pertanian, Andi Arman pada kegiatan rembug utama dan expo kelompok tani dan nelayan andalan nasional 2017, menyatakan bahwa harapan tersebut mampu menjadi kenyataan, karena pada saat ini Indonesia masih memiliki 20 juta hektar rawa yang masih belum terolah dan 10 juta hektar diantaranya dapat diolah menjadi lahan pertanian dan perkebunan.
Salah satu tantangan untuk menjadi negara swasembada pangan adalah kemandirian pangan. UU No 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjelaskan bahwa Kemandirian pangan adalah kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup di tingkat rumah tangga. Dengan kata lain, untuk mewujudkan Indonesia sebagai lumbung padi 2045 dibutuhkan data yang akurat untuk memastikan kebutuhan pangan rakyat Indonesia telah tercukupi dahulu sebelum mengambilan kebijakan ekspor.
Untuk menghasilkan data pertanian yang lebih akurat, pemerintah melakukan perombakan metode estimasi luas pertanian. Sebelumnya untuk menghitung luas pertanian kementrian pertanian menggunakan metode eye estimate atau memperkirakan luas berdasarkan pengamatan petugas sehingga sangat rentan terjadi kesalahan. Setelah tahun 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) telah memperbarui metode yang digunakan oleh kementrian pertanian untuk mengestimasi luas lahan pertanian, yaitu menjadi metode kerangka sampel area (KSA), dimana luas panen dihitung dengan memanfaatkan teknologi citra satelit sehingga hasil yang didapatkan akan lebih akurat.
Salah satu implementasi statistik dalam ketahanan pangan adalah menentukan kebijakan ekspor atau impor melalui analisis kebutuhan dan kecukupan pangan. BPS telah merilis data produksi beras pada tahun 2021, yaitu berkisar 31,36 ton. besaran ini masih belum cukup untuk melakukan ekspor besar besaran keluar negeri karena produksi beras Indonesia dinilai hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia saja, dimana pada tahun 2021 jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 272,68 juta jiwa dan data BPS menunjukkan pada tahun 2017 konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah sebesar 114,6 kg per kapita per tahun, yang artinya untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia saja kita memerlukan sebanyak 31,25 ton beras.
Keadaan ini merupakan tantangan untuk Indonesia agar mampu meningkatkan produksi padi di masa yang akan datang. Selain sebagai bahan pertimbangan kebijakan, data statistik juga memiliki peran dalam meningkatkan produksi padi melalui penyediaan data sebagai bahan evaluasi dan saling berbagi ilmu untuk perbaikan pembangunan pertanian Indonesia. Tercatat pada tahun 2021, produktivitas tanaman pertanian Indonesia adalah sebesar 52,26 kuintal/hektar, hanya 6 provinsi dengan produktivitas diatas produktivitas nasional, yaitu Aceh, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Bali. Dengan adanya data pembanding antar provinsi ini, diharapkan provinsi lain yang produktivitas tanaman pangannya masih rendah dapat belajar dan mengimplementasikan tata cara meningkatkan produktivitas pangan yang cocok dengan karakteristik daerahnya masing-masing. Sehingga setiap provinsi mampu menghasilkan produksi padi yang lebih tinggi dan mampu meningkatkan produksi padi Indonesia secara signifikan.
Pertanian tidak hanya sebatas tanaman pangan. Saat kita menyantap makanan, kurang enak rasanya jika tanpa lauk pauk seperti sayur, buah, daging dan lainnya. Oleh karena itu, meskipun tanaman pangan merupakan hal yang penting, kita juga tidak boleh lupa untuk melakukan pendataan yang akurat dan terkini mengenai data pertanian secara keseluruhan. Untuk memenuhi kebutuhan data seluruh komoditi pertanian, pemerintah menyiapkan Sensus pertanian 2023 atau ST2023, dimana tujuan dari ST2023 adalah (1) Mendapatkan data statistik pertanian yang lengkap dan akurat supaya diperoleh gambaran yang jelas tentang struktur pertanian di Indonesia. 2. Mendapatkan kerangka sampel yang dapat dijadikan landasan pengambilan sampel untuk survei-survei pertanian rutin. 3. Memperoleh informasi tentang populasi rumah tangga pertanian, rumah tangga petani gurem, luas tanam tanaman pangan, jumlah pohon dan ternak, distribusi penguasaan lahan menurut golongan luas, dan sebagainya. Dengan demikian, hasil sensus pertanian juga dapat digunakan sebagai data dasar untuk memperbaiki perkiraan produksi tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan, termasuk juga populasi pohon atau ternak yang diperoleh dari survei-survei pertanian rutin. Dengan adanya data yang akurat hasil dari ST2023, peluang Indonesia menjadi lumbung pangan dunia 2045 semakin terbuka lebar, lantas mampukah Indonesia merealisasikannya?
*Penulis adalah ASN BPS Kabupaten Sigi