Laksana Buih

oleh -
Ilustrasi. (pixabay.com)

Hari ini umat Islam berada di antara himpitan sejumlah kekuatan besar, seperti kekuatan komunis dan Liberalis Barat. Tak mudah bergerak, bahkan untuk membela diri sendiri.

Untuk membela diri seringkali terpaksa meminta bantuan dari kekuatan-kekuatan besar tersebut. Kalaupun berusaha membela diri dengan segenap kekuatan yang ada, akan begitu saja dicap dengan label-label buruk.

Kita sudah terlalu cinta dunia sudah sangat jelas. Lihatlah bagaimana kita saling menghancurkan satu sama lain dalam bergelut untuk meraih harta duniawi. Korupsi begitu parah dilakukan di mana-mana dan bahkan dilakukan secara berjamaah oleh orang-orang yang disebut pemimpin dan orang-orang terhormat.

Narkoba pun sudah begitu merajalela diedarkan dan dikonsumsi, walaupun itu semua itu diketahui memperlemah dan bahkan telah menghancurleburkan mental dan fisik umat. Sebahagian orang menjadi pengedar, konsumen, pelindung, dan berbagai tugas lain.

Dalam sebuah hadis dari Tsauban RA, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: “Akan tiba saatnya, manusia mengerumuni kalian sebagaimana para penyantap mengerumuni makanan di atas piring yang besar”. Kemudian ada yang bertanya: “Apakah saat itu jumlah kami sedikit?” Rasulullah bersabda, “Tidak, bahkan jumlah kalian sangat banyak. Namun, kalian tak lebih seperti buih banjir. Allah akan mencabut rasa takut di dada musuh-musuh kalian terhadap kalian, dan Allah akan hujamkan di hati kalian penyakit wahn”. Para hadirin bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah penyakit wahn itu?” Rasulullah menjawab, “Cinta dunia dan takut dengan kematian” (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Indah perumpamaan Rasulullah SAW terhadap keburukan yang akan menimpa umat Islam di akhir zaman, yaitu seperti buih banjir. Ada beberapa sifat buih banjir. Pertama, kotor. Saat air banjir telah surut, maka kotoran itu akan menempel di dinding rumah atau di dedaunan.

Kedua, mengikuti arus. Kemana saja air mengalir, maka buih yang membawa kotoran itu akan terus mengikutinya. Ketiga, lemah. Buih banjir mudah disingkirkan dan dengan sendirinya meletup hilang. Keempat, tidak bernilai. Karena tidak bernilai, maka buih banjir sesuatu yang diabaikan dan tidak diperhitungkan.

Buih banjir yang kotor yang ada di tubuh umat Islam itu berupa rusaknya akidah dan pemahaman kaum muslimin terhadap ajaran agamanya. Sehingga rasa bangga beragama Islam, semangat dalam melaksanakan ajaran Islam, serta persaudaraan antara umat Islam tidak terbentuk.

Ajaran dan nilai-nilai Islam pun seakan asing di tengah kehidupan kaum muslimin. Tidak heran, muncullah golongan yang berkasih sayang dengan orang-orang kafir, tetapi keras dan benci kepada sesama muslim. Ada yang kritis terhadap Alquran dan hadis, tapi membeo kepada pemikiran ilmuan Barat.

Di tubuh umat Islam muncul faham dan aliran yang menyimpang dari ajaran Islam. Ada yang mengajarkan Nabi Muhammad SAW bukanlah nabi terakhir. Ada yang menyatakan salat tidaklah wajib. Ada yang mengkafirkan para sahabat yang justru dijamin masuk surga oleh Rasulullah SAW. Ada yang mengaku mampu menggandakan uang meskipun sebenarnya penipuan. Meskipun faham dan ajaran seperti itu dianggap menyimpang oleh para ulama, namun masih saja ada umat Islam yang percaya dan mengikutinya.

Buih banjir pemahaman dan akidah yang kotor itu telah menjadikan umat Islam kehilangan jati diri. Umat Islam menjadi umat yang lemah, ikut arus kebiasaan orang-orang kafir, diremehkan, dan pada akhirnya tidak diperhitungkan.

Saat kondisi umat Islam seperti itu, maka Allah pun mencabut rasa takut di dada orang-orang kafir terhadap kaum muslimin. Allah hujamkan penyakit wahn di tubuh umat Islam, yaitu cinta dunia dan takut dengan kematian. Saat itulah kehinaan menerpa umat Islam di akhir zaman.

Tak ada yang bisa mengubah keadaan kita yang sudah demikian terpuruk ini, kecuali diri kita sendiri seraya berharap kekuatan dari Allah. Kita harus memperbaiki diri dan umat dengan senantiasa membina ukhuwah dan menegakkan yang makruf dan mencegah setiap kemungkaran. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)