Tradisi yang tersisa
Dalam kesaksian tentang jejak-jejak kisah David Woodard tentang kota Donggala 200 tahun lebih di masa silam itu, sudah banyak yang berubah dan tak terlacak. Di antaranya nama Travalla yang disebutnya sebuah kota yang letaknya agak ke selatan dari Donggala.
Di kota Travalla itulah pertama kali David dibawa untuk diadili dalam pertemuan pertemuan. Travalla yang dimaksud itu kini dikenal sebagai Desa Towale (Tovale).
Towale merupakan salah satu desa di Kecamatan Banawa Tengah, sekitar 17 km dari Kota Donggala. Towale (Tovale) memang merupakan kampung tua di Banawa, kaya dengan cerita rakyat atau legenda sejak zaman dahulu nyaris dipercaya sebagian warga setempat.
Jejak masa silam yang masih tersisa saat ini yaitu tradisi menenun kain (disebut sarung Donggala) paling banyak terdapat di Towale. Pada saat Woodard datang ke Donggala tahun 1793, ia masih menyaksikan orang membuat kain.
Menariknya, saat itu bahan tenun semuanya terbuat dari kapas yang ditanam penduduk setempat dan dipintal sendiri hingga menjadi kain sutra dengan pewarna celupan.
Bedanya dengan sekarang, tidak lagi dengan kapas buatan, melainkan dengan benang-benang hasil pabrik modern yang kemudian dipintal dengan alat tenun bukan mesin.
Jejak pembuatan makanan dari bahan sagu yang disebut somo dan jepa hingga kini bisa pula dirasakan di Kecamatan Banawa Tengah dan Banawa Selatan tak jauh dari kota Donggala. Tradisi ini belum berubah sejak kehadiran para bajak laut ke Donggala, ketika zaman hukum internasional belum berlaku seperti saat ini.
Dalam sejarah bahari Indonesia, David Woodard hanyalah salah satu dari sekian orang asing pernah datang ke Donggala dalam petualangan. Woodard berada dalam penyanderaan di Donggala antara tahun 1793-1795. Selanjutnya setelah ia kembali ke Amerika melalui Makassar dan Batavia tahun 1795.
*Penulis adalah Pemerhati Sejarah dan Budaya/Wartawan Senior Media Alkhairaat