PALU – Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Palu mengakui adanya surat dari kuasa hukum Yahdi Basma bahwa yang bersangkutan belum bisa memenuhi panggilan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung (MA) terkait statusnya sebagai terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Hal ini disampaikan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Palu, I Nyoman Purya, menyikapi isu yang beredar bahwa Yahdi Basma bukan tidak kooperatif memenuhi panggilan jaksa, namun sedang berobat di salah satu rumah sakit di Jakarta.
Menurut Nyoman, surat tersebut berasal dari kuasa hukum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Badan Advokasi Hukum (BAHU) NasDem kepada Kejari Palu.
“Surat itu dikirimkan oleh BAHU NasDem pada panggilan kedua. Tapi sebulan kemudian, kami lakukan pemanggilan ketiga,” katanya saat dihubungi awak media ini, Sabtu (29/10).
Ia mengatakan, pemanggilan ketiga dilakukan, namun terpidana Yahdi Basma juga tidak datang. Dua nomor telepon yang bersangkutan juga tidak aktif.
“Makannya Kajari mengeluarkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO). Jadi bukan tanpa pertimbangan kejaksaan mengeluarkan surat DPO,” katanya mengakhiri wawancara.
Terpisah, salah satu kuasa hukum DPP BAHU NasDem, Rachmi, mengakui bahwa pihaknya memang pernah membalas surat panggilan kejaksaan, tepatnya setelah menerima surat panggilan eksekusi yang kedua. Pada saat itu, kata dia, Yahdi Basma sedang sakit.
Seingatnya, dalam surat balasan itu juga dilampirkan surat rujukan berobat tersebut kliennya.
“Bukan saya yang mengantar surat itu di kejaksaan, tapi ada tanda terima dari kejaksaan,” ucapnya.
Ia mengatakan, intinya dalam surat mereka adalah meminta penundaan eksekusi karena Yahdi Basma harus menjalani pemeriksaan kesehatan.
” Kami selaku kuasa hukum fokus pada surat permohonannya. Terkait adanya surat rujukan yang tidak ada tanda tangan dan nama dokter, saya tidak melihat,” pungkasnya.
Yahdi Basma, terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).
Yahdi sendiri telah dihukum 10 bulan penjara serta denda Rp300 juta subsider 1 bulan kurungan oleh Mahkamah Agung (MA), beberapa waktu lalu. Ia ditetapkan menjadi DPO karena tidak mematuhi putusan MA tersebut.
Reporter : Ikram
Editor : Rifay