Ia pun mengemukakan beberapa solusi dalam menyikapi isu tersebut.
“Moderasi beragama atau Islam Washatiyah adalah salah satu solusinya,” ujarnya.
Dosen Jurusan Hukum Tata Negara Islam (Siyasah Syariyyah), Fakultas Syariah, UIN Datokarama Palu itu menjelaskan, Islam Washatiyah mempunyai sejumlah pilar yang bisa menangkal politik identitas.
“Pertama, pilar keadilan, adil dalam arti sama, yakni persamaan dalam hak. Seseorang yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda,” jelasnya.
Selanjutnya adalah pilar keseimbangan. Kata dia, keseimbangan tidak mengharuskan persamaan kadar dan syarat bagi semua bagian unit agar seimbang.
“Bisa saja satu bagian berukuran kecil atau besar, sedangkan kecil dan besarnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan darinya,” jelasnya.
Pilar ketiga adalah toleransi. Sahran menjelaskan, toleransi adalah batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih bisa diterima.
“Toleransi adalah penyimpangan yang tadinya harus dilakukan menjadi tidak dilakukan, singkatnya adalah penyimpangan yang dapat dibenarkan,” terangnya.
Sahran juga menguraikan beberapa karakteristik Islam Washatiyah, seperti idiologi non-kekerasan, mengadopsi pola kehidupan moderen beserta seluruh derivasinya, seperti sains dan teknologi, demokrasi, HAM dan semacamnya.
“Penggunaan pemikiran rasional dalam mendekati dan memahami ajaran agama, menggunakan pendekatan kontekstual dalam memahami sumber-sumber ajaran agama,” tuturnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan solusi lain dalam menyikapi tantangan-tantangan dalam Pemilu ke depan, yakni strategi pendidikan pemilih melalui konsep pemilu inklusif.
“Pemilu Inklusif adalah pemilu terbuka, ramah, meniadakan hambatan tanpa terkecuali, menghargai dan merangkul setiap perbedaan. Hal ini bisa memberikan peluang bagi setiap orang untuk berpartisipasi mengupayakan kemudahan melaksanakan haknya dalam pemilu,” tandasnya. */RIFAY