Hidup Sederhana

oleh -
Ilustrasi. (giriso28.cd.st)

Saat ini agaknya sulit untuk menghindari gaya hidup. Selera manusia pun berbeda-beda yang  hidup dengan pilihan mewah namun ada juga yang senang dengan kesederhanaan.

Gaya hidup merupakan sebuah tampilan, seperti  sebuah sampul  buku, terkadang tidak selalu menggambarkan persis isinya.

Ada orang kemampuan finansialnya biasa-biasa saja tapi tampil bergaya mewah menutupi kekurangannya atau memang itu merupakan gaya hidup yang dia pilih. Sementara ada juga yang memang tergolong kaya raya menjalani gaya hidup mewah, dia menampilkan apa adanya kemakmuran yang dimilikinya.

Tapi ada juga orang kaya raya namun memilih hidup sederhana. Dia merasa nyaman dengan kesederhanaan, tapi ini jenis manusia yang sedikit alias langka.

Hidup sederhana patron kita adalah Rasulullah SAW. Taka da rujukan lain yang baik dan benar selain beliu.

Kita tahu bahwa Rasulullah SAW adalah  sosok manusia sempurna: pemimpin umat, penguasa jazirah Arab, bahkan Allah SWT telah menjamin surganya untuknya.

Dengan status yang sedemikin tinggi dan terhormat, sesungguhnya apa yang diinginkan Rasulullah, tentu tak sulit untuk dikabulkan, baik oleh Allah SWT maupun umatnya.

Bahkan, dalam sebuah riwayat, Allah SWT pernah menawarkan emas sebanyak butiran pasir di gurun kota Makkah kepada Rasulullah. Nabi Muhammad SAW bisa  saja merengkuh segala kesenangan dunia itu; harta, dan kekayaan materi. Namun, Rasulullah adalah sosok teladan yang mulia.

Ia tak pernah silau dengan kenikmatan duniawi. Nabi SAW lebih memilih kehidupan yang sederhana.

Hal itu tecermin dari jawaban Rasulullah atas butiran emas yang ditawarkan Sang Khalik kepadanya. ”Tidak, ya Tuhanku, lebih baik aku lapar sehari, dan kenyang sehari. Bila kenyang, aku bersyukur memuji dan memuja-Mu, dan jika lapar aku akan meratap berdoa kepada-Mu.”

Sahabatnya, Umar bin Khattab bercerita: Suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw untuk meminta-minta, lalu beliau memberinya.

Keesokan harinya, laki-laki itu datang lagi, Rasulullah juga memberinya.

Keesokan harinya, datang lagi dan kembali meminta, Rasulullah pun memberinya.

Keesokan harinya, ia datang kembali untuk meminta-minta, Rasulullah lalu bersabda, “Aku tidak mempunyai apa-apa saat ini. Tapi, ambillah yang kau mau dan jadikan sebagai utangku. Kalau aku mempunyai sesuatu kelak, aku yang akan membayarnya.” Umar lalu berkata, “Wahai Rasulullah janganlah memberi diluar batas kemampuanmu.”

Rasulullah SAW tidak menyukai perkataan Umar tadi. Tiba-tiba, datang seorang laki-laki dari Anshar sambil berkata, “Ya Rasulullah, jangan takut, terus saja berinfak. Jangan khawatir dengan kemiskinan.” Mendengar ucapan laki-laki tadi, Rasulullah tersenyum, lalu beliau berkata kepada Umar, “Ucapan itulah yang diperintahkan oleh Allah kepadaku.” (HR Tirmidzi).

Gaya hidup sederhana adalah pilihan Nabi, bukan karena Beliau tidak memilki kemampuan untuk bergaya hidup mewah tapi karena Beliau lebih senang dengan kesederhanaan. Andai Nabi mau, tidak sulit Beliau bergaya hidup layaknya seorang Raja dengan segala kemewahan karena saat itu Beliau sudah menjadi seorang pemimpin yang besar.

Maka tak heran, kehidupan pribadi dan rumah tangga Rasulullah banyak diisi dengan kisah kesederhanaan.

Sebuah hadis yang diriwayatkan Muslim menggambarkan secara jelas sifat zuhud serta kesederhanaan Nabi. Pada suatu hari, sahabat Umar bin Khatthab menemui Rasulullah di kamarnya.

Saat wafatnya pun, Nabi tidak meninggalkan warisan berupa harta benda. Hanya dua hal yang ia wariskan untuk umatnya, yakni Alquran dan sunah. Dalam banyak kesempatan, Rasulullah kerap mengingatkan agar umatnya takmenjadikan kesenangan dunia sebagai tujuan hidup.

Nabi SAW mengumpamakan kehidupan dunia bagaikan berjalan di hari panas, lalu berhenti sejenak sekadar beristirahat, dan tidak lama lagi tempat itu akan ditinggalkan. Jadi, dengan kata lain, Islam adalah agama yang berlandaskan nilai kesederhanaan yang tinggi, seperti dicontohkan Rasulullah tadi.

Dari pengertian ini, sederhana adalah sikap yang mengedepankan kebijaksanaan dalam memenuhi kebutuhan hidup, tidak berlebihan, atau menghamba materi. Dengan itu, seseorang dapat memilah mana yang harus menjadi prioritas, baik perhatian, tenaga maupun harta. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)