Bergerak dalam Kebenaran

oleh -
Ilustrasi. (istockphoto.com)

Persoalan kehidupan tidak akan pernah habisnya. Malah makin menumpuk. Berharap  kesulitan hidup sedikit berkurang, tapi yang terjadi, makin menghimpit. Inilah kenyataan hidup yang tidak  seorang pun yang lepas dari kenyataan itu.

Namun yang acapkali terjadi adalah takut terhadap risiko yang bakal muncul lantaran kekerdilan jiwa untuk menghadapinya. Lalu timbullah ketakutan-ketakutan.

Sifat takut dan cemas berlebihan dipandang sebagai sifat tercela yang tidak boleh dimiliki orang-orang yang beriman. Karena ketakutan tidak mau menanggung dan menghadapi risiko yang memang sudah menjadi konsekuensinya.

Perilaku ini merupakan perilaku orang-orang yang setengah hati dalam keimanan, hanya ingin serba enak tanpa harus bersusah payah menghadapi masalah rumit. Sifat ketakutan yang kemudian melahirkan sifat masa bodoh, apatis  akan menjadi penghalang untuk maju dan pemberat langkah kesuksesan.

Saat ini dunia dipenuhi dengan orang-orang yang memiliki sifat apatis. Sebuah hadits Nabi saw. memprediksikan di suatu masa umat Islam akan menjadi bulan-bulanan dan santapan empuk musuh-musuh Islam karena sudah mengidap penyakit wahn, yakni cinta dunia dan takut mati.

Memang, penyakit wahn-lah yang menyebabkan umat Islam banyak yang menjadi  ketakutan dan apatis  sehingga tidak lagi disegani oleh musuh-musuhnya yakni kaum kafir, musyrikin dan munafikin. Orang yang demikian itu biasanya bermental pengecut.

Islam memandang hina orang yang pengecut. Baik pengecut untuk mempertahankan hidup sehingga gampang putus asa. Pengecut karena berlainan dengan sikap banyak orang. Atau pengecut untuk membela sebuah nilai. Kemudian menjerumuskan pelakunya pada sikap yang plin-plan tanpa prinsip.

Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kamu menjadi orang yang tidak punyai sikap. Bila orang melakukan kebaikan maka aku pun melakukannya. Namun bila orang melakukan keburukan maka aku pun ikut melakukannya juga. Akan tetapi jadilah orang yang punya sikap dan keberanian. Jika orang melakukan kebaikan maka aku melakukannya. Namun jika orang melakukan keburukan maka aku tinggalkan sikap buruk mereka.” (Tirmidzi)

Allah Swt. selalu menggelorakan orang-orang yang beriman agar jangan takut, jangan pengecut. Karena rasa takut akan membawa kegagalan dan kekalahan. Akan tetapi keberanian menjadi seruan yang terus berulang-ulang dikumandangkan. Karena keberanian adalah tuntutan keimanan.

Iman pada Allah swt. mengajarkan menjadi orang-orang yang berani menghadapi beragam risiko dalam hidup ini terlebih lagi, risiko dalam memperjuangkan dakwah ini.

Syaja’ah atau keberanian merupakan jalan untuk mewujudkan sebuah kemenangan dan sebagai izzah keimanan. Tak pernah boleh ada, kata gentar bagi kader dakwah saat mengemban tugas bila ingin meraih kegemilangan.

Dari sisi inilah kaum yang beriman berada jauh di atas kebanyakan orang. Karena izzah keimanan menuntun mereka untuk tidak takut dan gentar sedikitpun.

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. (Ali Imran: 139)

Dahulu yang membuat gentar musuh-musuh Islam adalah keberanian pejuang-pejuang Islam yang menghambur ke medan perang dengan suka cita karena pilihannya sama-sama baik yakni hidup mulia dengan meraih kemenangan atau mati syahid di jalan Allah.

Bahkan mereka jauh mencintai kemuliaan sebagai syahid sebagaimana kecintaan kaum kafir terhadap dunia. Dengan sikap ini kaum muslimin banyak memperoleh anugerah kemenangan dakwah di berbagai tempat.

Orang-orang kafir amat takut terhadap orang-orang yang beriman yang memiliki prinsip ini. Sehingga mereka berupaya agar sifat berani tidak bersemayam dalam diri orang-orang mukmin.

Lalu mereka takut-takuti kaum muslimin dengan situasi dan kondisi masa depan yang suram, ancaman, teror, intimidasi atau tekanan-tekanan lainnya agar umat ini tidak lagi berani memperjuangkan nilai dan norma yang diyakininya. Akhirnya timbullah sikap takut yang luar biasa hingga melemahkan semangat juangnya.

Oleh karena itu jangan tertipu oleh upaya orang-orang kafir untuk menghilangkan sifat syaja’ah. Sebab syaja’ah merupakan harga diri orang-orang beriman.

Lantaran sifat itu sebulan sebelum kedatangan kaum muslimin orang-orang di Babylonia telah lari tunggang langgang mendengar umat Islam akan tiba di negeri mereka. Sampai-sampai Khalid bin Walid r.a. menenangkan masyarakat Romawi agar tidak perlu teramat takut pada kaum muslimin karena kedatangan umat Islam hanya untuk menyerukan Islam dan mengajak mereka menghamba pada Allah swt. semata.

Kasus pembasmian muslim Rohingya Myanmar saat ini menjadi ujian keimanan kita. Apakah kita menjadi pengecut dengan membiarkan saudara muslim kita itu dibantai, tanpa sedikit pun rasa iba dan kasian, tak bisa meneteskan air mata buat saudara kita Muslim Rohingya yang dibunuh satu persatu. 

Kalau hati tak tergerak mengutuk aksi pembantaian yang dilakukan militer dan para biksu budha Miyanmar maka bersiap-siaplah menjadi pengecut  dan menjadi musuh Nabi. Semoga tidak. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)