PALU – Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Sulteng, Dr Sahran Raden, menyatakan, sejatinya Bawaslu melakukan pengawasan dan penindakan atas pemasangan Alat Peraga Kampanya (APK) parpol dan bacaleg yang tidak sesuai regulasi.

“Tugas Bawaslu itu selain melakukan pengawasan juga melakukan penegakan hukum pemilu. Salah satu tujuan penegakan hukum pemilu adalah mewujudkan keadilan pemilu,” ujarnya, Ahad (23/07).

Bawaslu Provinsi Sulteng dan jajarannya, kata dia, perlu menegakan keadilan pemilu, yakni perlakuan yang sama untuk semua partai politik dan calon anggota DPR dan DPRD yang saat ini telah melakukan pemasangan alat peraga kampanye untuk pemilu 2024.

Menurutnya, keadilan pemilu dikonsepsikan sebagai kondisi, di mana seluruh prosedur dan tindakan penyelenggara pemilu dilakukan sesuai dengan regulasi. Pada saat yang sama, regulasi pemilu juga menyediakan mekanisme penegakan hukum dalam rangka melakukan upaya pemulihan terhadap pelaggaran pemilu.

Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu ini menyatakan, keadilan pemilu atau electoral justice merupakan instrumen penting untuk menegakkan hukum dan menjamin sepenuhnya penerapan prinsip demokrasi melalui pelaksanaan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Sahran menegaskan, mewujudkan keadilan dalam Pemilu 2024 menjadi tantangan berat yang tidak mudah dilaksanakan.

“Bagi negara demokrasi dengan tingkat kompleksitas tinggi seperti Indonesia, kita tidak dapat mengabaikan fakta yang masih terjadi bahwa proses pemilu masih acapkali diwarnai dengan berbagai kecurangan dan ketidakadilan,” ungkapnya.

Lanjut dia, kompetisi dalam demokrasi electoral kerap mengenyampingkan nilai-nilai, prinsip, dan prosedur yang berlaku. Untuk itu, diperlukan adanya berbagai penyesuaian dan perubahan cara pandang demi tegaknya fatsun politik dan keadilan.

“Diperlukan adanya cara pandang yang komprehensif terhadap keadilan yang substantif di seluruh rangkaian panjang proses pemilu,” tambanya.

Lanjut dia, mewujudkan keadilan pemilu berarti juga menjaga nilai-nilai keadilan itu hidup pada seluruh prosesnya sehingga pesta demokrasi ini dapat menjadi sebuah praktik berbangsa yang sehat dan beradab.

“Memang bukan hal yang mudah, memastikan kejujuran dan keadilan terlaksana pada setiap proses pemilu. Di tengah struktur politik berbiaya tinggi dan komptisi electoral yang tidak adil, kadang menjadi ruang yang kian merusak nilai keadilan pemilu,” jelasnya.

Saat ini, kata dia, parpol dan caleg belum dibolehkan untuk melakukan kampanye. KPU telah mengatur bahwa di masa transisi ini, parpol dan caleg dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik secara internal, namun dilarang memasang APK dengan mencantumkan narasi ajakan kepada pemilih.

Selain itu, kata dia, parpol dan caleg dilarang mengungkapkan citra diri, identitas, ciri-ciri khusus atau karakteristik parpol dengan menggunakan metode penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan APK di tempat umum atau di medsos yang memuat tanda gambar dan nomor urut parpol.

Ditanya bagaimana bentuk penindakan dari Bawaslu terhadap pemasangan APK yang tidak sesuai peraturan, Dr. Sahran Raden menjelaskan bahwa Bawaslu dapat menyurat dan memberitahukan kepada parpol agar menurunkan spanduk dan baliho yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang Undangan sebagaimana KPU telah mengeluarkan Peraturan KPU tentang Kampanye Pemilu 2024.

Sesuai ketentuan Pasal 79 Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 ayat (1) bahwa Partai Politik Peserta Pemilu dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal Partai Politik Peserta Pemilu sebelum masa Kampanye Pemilu.

Ayat (2), sosialisasi dan pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan metode: a. pemasangan bendera Partai Politik Peserta Pemilu dan nomor urutnya; dan b. pertemuan terbatas, dengan memberitahukan secara tertulis kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sesuai tingkatannya dan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota sesuai tingkatnya paling lambat 1 (satu) Hari sebelum kegiatan dilaksanakan.

“Partai politik dan caleg dapat mengganti APK berupa baliho dan spanduk dengan narasi yang sesuai dengan Peraturan KPU tentang Kampanye,” terangnya.

Pada ayat (3) Peraturan KPU ini, kata dia, menyatakan bahwa dalam hal pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Partai Politik Peserta Pemilu dilarang memuat unsur ajakan.

Ayat (4) dalam hal sosialisasi dan pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Partai Politik Peserta Pemilu dilarang mengungkapkan citra diri, identitas, ciri-ciri khusus atau karakteristik Partai Politik Peserta Pemilu dengan menggunakan metode: a. penyebaran bahan Kampanye Pemilu kepada umum; b. pemasangan alat peraga Kampanye Pemilu di tempat umum; atau c. Media Sosial, yang memuat tanda gambar dan nomor urut Partai Politik Peserta Pemilu di luar masa Kampanye Pemilu.

Ia mengakui, waktu tahapan kampanye pemilu telah dibatasi oleh KPU melalui Peraturan KPU, hanya 75 hari yang dimulai sejak 25 hari setelah Penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota yang dimulai sejak 28 Nopember 2023 sampai dengan 10 Februari 2024.

“Dengan demikian, di masa transisi ini maka parpol dan caleg dapat menggunakannya untuk melakukan sosialisasi dan pendidikan politik secara internal dan tidak mengandung unsur ajakan kepada pemilih,” pungkasnya. RIFAY