Beberapa prosesi kembali dilakukan berupa pelafalan doa-doa. Mama Rifa masih menari mengitari bambu. Wajahnya berseri dan terlihat anggun.
“Jadi di sini ini artinya dua, dua situs yang bersejarah keduanya (roh) bekerja sama. Yang di Bungkuko Tatandak itu yang muncul sama mama Bayu, yang sama mama Rifa itu Ratu Mapang,” jelas Wahid.
Setelah ziarah makam, prosesi adat yang terakhir adalah mandi masal. Satu persatu bambu dilonggarkan dari rotan, dan secara bergantian didoakan oleh para orang tua.
Setelah semua air dalam bambu itu didoakan, termasuk air di kendi atau gumbang, berduyun-duyunlah beberapa warga mandi di paisu matube tepat di belakang rumah adat Lampa.
Begitu tiba di tepi sungai, orang-orang turun ke sungai, berjongkok di dalam air, menunggu berkat dari air dalam bambu. Bergantian tetua adat menyiramkan air dari bambu sambil berjalan mengitari mereka.
Setelah air di bambu habis, tetua adat mengambil air dari sungai dengan menggunakan mangkuk keramik antik sebagai gayung.
Basalo Lampa mengatakan bahwa mandi masal dalam babasaloan Lampa tidak memiliki arti mistis. Ia mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak salah menilai dengan membawa-bawa syirik ke dalam prosesi sakral itu. Ia menegaskan bahwa kalimat-kalimat yang diucapkan ke dalam bambu adalah doa-doa yang berasal dari Al-qur’an salah satunya surah Al-fatihah.
Dalam agama pun, air memiliki fungsi mensucikan, sebagaimana orang berwudhu dalam Islam. Khusus untuk mandi masal, Adjis menegaskan kembali bahwa mandi adalah aktivitas membersihkan tubuh juga hati dari kotoran.
“Kita mandi, kita membersihkan badan kita. Lewat kuala (sungai) ini, dihanyutkan kotoran-kotoran, penyakit-penyakit yang ada dalam tubuh, termasuk penyakit hati. Sedangkan proses mandi, yang perangkat adat berkeliling menyiramkan air dari bambu, itu simbol memagari, dikandang istilahnya, supaya tidak ada iblis yang mengganggu,” terang Basalo Lampa.
Mama Rifa dan mama Bayu mulai menari usai rombongan mandi masal kembali dari sungai. Seorang dayang yang pasca ziarah makam menari, kembali ikut menari. Irama baulemo berganti cakalele sebentar. Lalu kembali ke irama baulemo. Mama Rifa masih memancarkan keanggunan, selayaknya Ratu Mapaang.
Irama perlahan redup, orang-orang mendekat ke satu ruangan, tangan di pundak atau lutut orang di depan mereka, sementara yang paling depan memegang benda keramat.
Satu doa menjadi mantra penutup, terselip harapan kegiatan mereka direstui Sang Pencipta, niat mereka sampai kepada sang Ratu, dan mereka senantiasa sehat agar mampu melaksanakan hajatan ini berikutnya.
Mereka berjabat salam, menandaskan kewajiban acara sakral. Tersisa seremonial penutupan yang dihadiri oleh Pemda Banggai Laut.
Laporan: Iker
Editor : Rifay