POSO – Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Moh.Yusuf secara tegas menolak kebijakan pemerintah pusat untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi dan non subsidi.
Penolakan kenaikan harga BBM jenis Solar, Pertalite dan Pertamax tersebut dilakukan karena selain dinilai belum layak, karena masih masa Pandemi Covid-19, kenaikan harga BBM hanya akan membuat masyarakat miskin semaki sengsara.
Anggota Legislatif (Anleg), Moh.Yusuf yang ditemui diruangannya pada Rabu (31/08) mengatakan, aksi penolakan kenaikan harga BBM oleh Fraksi PKS merupakan perintah dan komitmen dari pimpinan partai di pusat hingga ke daerah.
Menurutnya, PKS sangat memahami bahwa BBM merupakan kebutuhan pokok masyarakat , sehingga dengan kenaikan harga BBM semua kebutuhan pokok lainnya akan ikut berpengaruh dan berdampak kepada kebutuhan masyarakat seperti yang berprofesi nelayan dan petani setiap saat memerlukan BBM.
“Khusus untuk Poso misalnya yang masyarakat pada umumnya bekerja sebagai nelayan tentu BBM akan menjadi kebutuhan pokok, sehingga jika mengalami kenaikan harga akan berdampak kepada penghasilan yang tidak seimbang dengan harga BBM,” ungkap Yusuf.
Moh. Yusuf menjelaskan, ada banyak persoalan di Kabupaten Poso yang harus dibahas dalam menghadapi rencana kenaikan harga yang rencananya akan diterapkan pemerintah pusat pada Kamis 1 September 2022 esok, dimana jauh sebelumnya warga Poso telah merasakan bagaimana susahnya untuk mendapatkan BBM bersubsidi di SPBU terkait kelangkaan akibat tidak maksimalnya pengawasan Pemda.
Diakui, sebelum harga naik, harga eceran BBM Pertalite di Kabupaten Poso tembus Rp 10.000 perliter selama ini dinilai sudah cukup membebani masyarakat yang berpenghasilan rendah, seperti nelayan dan petani.
“Saya selaku wakil ketua komisi II DPRD Kabupaten Poso yang membidangi masalah energi dan BBM sudah beberapa kali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pemda dan menegaskan bahwa ada persoalan di Poso yang kita lihat bersama di semua SPBU di Poso. Misalnya baru saja dilakukan pengisian atau distribusi oleh Pertamina, tapi hanya dalam waktu singkat BBM tersebut sudah habis habis dan dinikmati oleh sekelompok orang,” tambah Yusuf.
Yusuf menambahkan, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, sedikitnya telah tiga kali melakukan RDP bersama Pemda Poso untuk mendorong bersama-sama dalam menghentikan kebiasaan praktek mafia BBM yang sampai hari ini masih terus berlanjut dan semakin menjadi.
Bahkan diakuinya, dalam waktu dekat dirinya akan kembali menggelar RDP dengan Forum komunikasi pimpinan daerah (Forkompinda) untuk mencari solusi cara mengatasi persoalan kelangkaan BBM di Poso yang dinilai sudah tidak wajar, karena para oknum dengan terang-terangan melakukan pengambilan BBM di SPBU, sementara tidak ada pengawasan dari aparat.
“Yang harus kita benahi dan cari solusinya adalah, bagaimana langkah kita atau tindakan kita untuk membasmi para mafia-mafia BBM yang secara terang-terangan masih beraksi di seluruh SPBU di Poso,” ujarnya.
Diakuinya, jika Pemerintah pusat tetap memaksakan akan menaikkan harga BBM, tentunya yang akan menjadi korban adalah masyarakat, apalagi dalam kondisi ekonomi yang masih terpuruk akibat masa Pandemi Covid-19 yang sepenuhnya belum selesai.
“Kalau sekarang tiba-tiba pemerintah pusat menaikkan harga BBM, itu kan bukan mendongkrak ekonomi masyarakat, tetapi kemudian menjatuhkan masyarakat kejurang kemiskinan. Jadi saya merasa tidak ada alasan pemerintah pusat untuk menaikkan harga BBM dalam kondisi sekarang,” tegas Yusuf.
Sebelumnya beredar informasi harga BBM jenis Pertalite Rp7.650 per liter akan naik menjadi Rp 10.000 per liter. Kemudian, harga Solar dari Rp5.150 per liter naik menjadi Rp 7.200 per liter.
Reporter : Mansur
Editor : Yamin