Inilah saat saat yang indah mengenang Habib Sayid Saggaf bin Salim Aljufri, mata air kehidupan ummat Islam Indonesia yang Selasa lalu (2/8), mangkat kembali ke rahmatullah.

Ummat berduka, pedih atas kepergian sang waliullah itu.  

Dan, jutaan manusia meratapi kepergian Allahyarham Habib Saggaf. Ini wajar saja karena sepanjang usia Habib segala macam lakon kehidupan telah dilalui, dari merawat  perguruan Alkhairaat hingga pada dimensi politik. Semua dijalani dengan sempurna tanpa cacat. 

Ada banyak jabatan pernah diemban Habib, namun satu yang tak pernah tergantikan hingga akhir hayatnya adalah menjadi Ketua Utama Alkhairaat. Inilah jabatan yang tak boleh disematkan pada sembarang warga Alkhairaat, karena jabatan ini berselimut karomah, dan hanya habib yang mampu menyandang itu.

Allahyarham Habib Saggaf merupakan gambaran tokoh muslim moderat, yang menghargai perbedaan serta bertoleransi pada pemeluk agama lain. Ini dengan mudah dapat dilihat dari indentifikasi dirinya bersama Alkhairaat yang bersifat kultural, moderat dan menghargai budaya local domestic.

Inilah legasi besar yang diwariskan Allahyarham kepada abnaul khairaat dan juga kepada kita semua untuk ditumbuhkembangkan.  

Habib Saggaf menjadi contoh teladan dalam menjaga bingkai keberagaman dalam Islam. Ia menunjukkan wajah Islam yang melindungi minoritas tanpa abai pada mayoritas. Menampilkan wajah Islam penuh kasih sayang baik melalui pendekatan dakwah dan budaya.

Kita mengenang Habib Saggaf atas berpulangnya ke Rahmatullah adalah cara efektif untuk menapak tilas dan membuka kembali sejarah dakwah Alkhairaat di bumi persada Nusantara. Ada cetak biru yang menonjol bahwa dakwah Alkhairaat tampil  bukan cara garang, muka seram dan angkat pedang yang membuat Islam menjadi agama yang besar di negeri ini.

Dakwah Alkhairaat  mencontohkan kesederhanaan, kelembutan dan toleransi, tapi tetap tegas. Persis teladan yang diajarkan Habib Saggaf.

Dalam kerangka inilah maka sosok Allahyarham Habib Saggaf menjadi mata air kehidupan ummat, sebagai penyejuk sekaligus sebagai paku bumi. Simplikasi ketokohnnya itu sekaligus menjadi langka di negeri ini, di tengah gempuran radikalisme yang terus merambati umat Islam di Indonesia.

Bangsa ini memerlukan penyejuk yang mampu mendinginkan suasana gahar atau panas, baik karena pertikaian politik maupun masuknya ideologi berhaluan keras. Karena itu tak ada salahnya kalau kita belajar banyak dari cara dakwah dan bermasyarakat Habib Saggaf.

Betul bahwa Habib Saggaf telah berpulang, tapi itu fisiknya. Habib akan selamanya, hidup bersama kita bila dalam sentuhan dakwahnya seperti yang disebutkan di atas kita ejawahwantahkan.

Saat ini kita berusaha mengembalikan Islam yang ramah dan merambah. Islam yang santun dan damai seperti yang peragakan Alkhairaat.

Tugas ini memang sungguh berat, tetapi ini jalan pedang dakwah Habib Saggaf yang perlu dilakoni. Wallahul Mustaan.

Darlis Muhammad (Redaktur Senior Media Alkhairaat Online)