Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, wartawan mencatat sejumlah peristiwa kehilangan nyawa yang menimpa para penambang di lokasi pertambangan emas tanpa izin (PETI).
Data yang diperoleh dari berbagai sumber menyebutkan, di wilayah Sulawesi sendiri, puluhan penambang yang harus kehilangan nyawanya akibat tertimbun longsor di lokasi PETI.
Kegiatan PETI ini juga ternyata tak hanya dilakoni kaum laki-laki. Ada juga beberapa perempuan yang ikut terlibat mengambil material perut bumi di lokasi PETI.
Hal ini terjadi di area PETI Kelurahan Poboya, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu. Di lahan kontrak karya PT Citra Palu Minerals (CPM) ini, tak hanya laki-laki, perempuan pun nekat menggeluti pekerjaan berisiko tinggi ini, demi mendapatkan emas.
Fakta ini diungkapkan eks penambang di Kelurahan Poboya, yang ditemui wartawan, pekan lalu.
Papa Susi, begitu pria paruh baya ini akrab disapa, mengaku pernah menjalani kegiatan penambangan emas secara tradisional di Poboya. Ia tak sendiri, sewaktu-waktu, ada sang istri dan beberapa penambang lain yang ikut keluar masuk lubang galian mencari material batu mengandung emas.
Papa Susi yang kini sudah memilih alih profesi menjadi petani, bercerita bagaimana risiko yang harus dihadapi, ketika sudah masuk ke dalam lubang galian. Kata dia, longsor yang datang sewaktu-waktu, bisa saja merenggut nyawa tanpa diduga.
Menurutnya, di lokasi tambang sendiri, mereka harus masuk ke dalam lubang-lubang sempit. Di kedalaman hingga puluhan meter itu, mereka juga hanya mengandalkan pipa blower untuk menyuplai oksigen.
Papa Susi mengingat sebuah peristiwa yang hampir merenggut nyawa banyak penambang di dalam tanah. Kejadian tersebut disebabkan kelalaian istrinya yang saat itu ikut berada dalam lubang sekitar 20 meter.
“Waktu itu istri saya sempat ketiduran di dalam lubang. Akibatnya, para penambang lain tidak bisa keluar karena terhalang,” ungkap Papa Susi.
Ketika ditanya perihal penambang yang menjadi korban tertimbun longsor, Papa Susi, enggan bicara banyak.
“Memang pernah ada kejadian penambang tertimbun, tapi saya tidak tahu jumlah dan warga asal mana,” ujarnya.
Peristiwa merenggut nyawa yang terjadi di lokasi PETI terjadi hampir setiap tahun. Sebagian besar penyebabnya karena tertimbun material longsor.
Beberapa bulan terakhir ini, pihak kepolisian, termasuk Kepolisian Resort Kota (Polresta) Palu, gencar melakukan sosialisasi, mengingatkan para penambang di Kelurahan Poboya dan Tondo terkait dampak negatif yang ditimbulkan dari PETI.
Polisi sudah berkali-kali meminta kepada para penambang agar segera menghentikan kegiatannya dan mengosongkan lokasi itu.
Kapolresta Palu, Kombes Pol Barliansyah, menekankan bahwa selain menimbulkan kerugian negara dan merusak lingkungan, PETI juga memiliki risiko keselamatan.
Dia mengingatkan bahwa penambangan ilegal tersebut telah menyebabkan beberapa insiden, termasuk tanah longsor yang menimbun para penambang di berbagai wilayah, seperti yang baru-baru ini terjadi di Provinsi Gorontalo.
Kapolresta Palu berjanji akan melakukan tindakan penertiban pada September 2024 ini. Sayangnya, janji itu belum direalisasikan hingga memasuki akhir bulan ini.
Sejumlah data dan informasi dikumpulkan wartawan, terkait kecelakaan yang menimbulkan kehilangan nyawa para penambang ilegal di wilayah Sulawesi. Peristiwa merenggut nyawa ini terjadi tahun 2021-2024.
Salah satu lokasi PETI yang saat ini “dikerubungi” penambang adalah di lokasi kontrak karya PT Citra Palu Minerals (CPM) Kelurahan Poboya dan Tondo, Kota Palu.
Dua tahun belakangan, lokasi ini juga menelan korban jiwa. Di Tahun 2022, dua penambang dilaporkan mengalami luka serius akibat tertimbun longsor. Kedua warga itu berasal dari Kotamobagu, Sulawesi Utara.
Selain dua korban luka, seorang penambang juga dikabarkan meninggal dunia dalam insiden yang sama. Korban juga berasal dari Kotamobagu.
Terakhir, Tahun 2023, PETI Poboya kembali menelan korban. Seorang penambang dilaporkan meninggal, juga karena tertimbun longsor.
Korban Esra Tjugeno (29), seorang buruh sekop, tertimbun longsor saat sedang mengisi material ke truk. Longsor tersebut juga menimbun dua rekannya.
Nahas bagi Esra Tjugeno, ia meregang nyawa akibat kejadian itu, sementara dua rekannya mengalami luka-luka. Korban berasal dari Desa Lawua, Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten Sigi.
Dari keterangan pihak kepolisian, aktivitas yang dilakukan secara manual dan minim alat keselamatan, kerap membuat para penambang terjebak dalam kondisi yang sangat berbahaya.
Kata Barliansyah, para penambang tersebut secara umum tidak menggunakan peralatan standar, sehingga besar risiko yang dapat terjadi, termasuk meninggal tertimbun longsor.
Dari data yang diperoleh, saat ini PETI di Poboya dan Tondo telah merambah lahan seluas 10,5 hektar, tersebar di empat titik utama, yaitu di bekas tambang lama seluas 1,5 hektar. Sementara tiga titik lainnya yaitu Kijang 30, Vatutela, dan Vavolapo masing-masing seluas 3 hektar.
Selain di Kelurahan Poboya, Kota Palu, di wilayah Sulteng juga terdapat beberapa lokasi PETI, di antaranya di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo).
Puluhan penambang di PETI Buranga juga dilaporkan tertimbun longsor, Februari 2021. Pihak berwenang menyatakan enam orang tewas dalam bencana itu.
Menurut Kapolres Parigi Moutong, AKBP Andi Batara Purwacaraka, longsor terjadi pada Rabu (24/2), pukul 18.55 WITA. Saat kejadian, ada 23 penambang sedang mendulang emas. Dari jumlah itu sebagian besar berhasil menyelamatkan diri, tapi beberapa di antaranya tertimbun longsoran yang terjadi secara tiba-tiba.
April 2023 lalu, Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Joko Wienarto, juga menyampaikan bahwa ada lima korban meninggal dunia akibat tertimbun longsor di lokasi penambangan Pegunungan Tadran, Desa Lobu, Kecamatan Moutong.
“Saat menggali itu tiba-tiba tanah di atasnya setinggi 6 meter mengalami longsor sehingga mengakibatkan kelima orang tersebut tertimbun tanah,” terang Wienarto.
Terbaru, Tahun 2024, ratusan penambang menjadi korban longsor di lokasi PETI Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, 23 di antaranya meninggl dunia. Jumlah korban ini merupakan data Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP), 9 Juli 2024.
Selain risiko nyawa, kriminalitas di lokasi PETI juga kerap terjadi. Berdasarkan data Polresta Palu, sejak Desember 2023 sampai September 2024, tindak kriminal seperti pencurian, penggelapan, hingga pembunuhan, sering terjadi di kawasan tambang ilegal tersebut. *
*Tulisan ini Bagian dari Program Kolaborasi Liputan Jurnalis Kota Palu yang Tergabung dalam Komunitas Roemah Jurnalis