PALU – Yayasan Masyarakat Madani Indonesia (YAMMI) Sulawesi Tengah (Sulteng) menuntut pihak kepolisian agar segera melakukan penegakkan hukum terhadap praktik pertambangan ilegal, termasuk di wilayah Kelurahan Poboya, Kota Palu.

YAMMI menyatakan, pertambangan tanpa izin (PETI) Poboya berlangsung tidak jauh dari Mapolda Sulteng, hanya berjarak sekitar 10 kilometer. Namun aktivitas itu terus berlangsung dan terkesan ada pembiaran.

“Polda Sulteng seakan menutup mata dan telinga terhadap permasalahan serius ini. Padahal bukti-bukti kegiatan ilegal sangat mudah ditemukan dan sudah dipublikasikan secara luas,” ungkap Direktur Kampanye dan Advokasi YAMMI Sulteng, Africhal Khamane’i bersama ratusan massa, saat melakukan aksi di Mapolda Sulteng, Jumat (24/10).

Africhal mengatakan, pembiaran ini bukan hanya soal kelalaian tugas, tetapi juga mencerminkan ketidakberpihakan institusi penegak hukum kepada kepentingan negara dan keselamatan rakyat.

Ia mengungkapkan bahwa PETI di Kota Palu hanya memberikan keuntungan para pedagang sianida ilegal yang terus beredar di lokasi pertambangan.

“Dari beberapa hasil temuan yang kita dapatkan, para pedagang sianida ilegal ini bisa diuntungan sampai ratusan miliar setiap tahun dalam penjualannya ke para penambang ilegal,” ungkapnya.

Kata dia, rantai perdagangan sianidai ilegal ini sudah berlangsung sangat lama, tanpa ada upaya penindakan serius.

“Hasil temuan kami, diduga peredaran sianida ilegal di lokasi pertambangan emas tanpa izin di Poboya mencapai 850 ribu kilogram per tahun,” ungkapnya.

Menurutnya, penggunaan sianida ilegal untuk pertambangan emas tanpa izin tersebut, tentu tidak memenuhi kaidah teknis pertambangan dan tidak menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse dan Recycle).

“Kita tidak membayangkan bagaimana 20 tahun ke depan jika pertambangan emas tanpa izin ini terus beroprasi menggunakan sianida ilegal. Tentu menjadi ancaman serius bagi warga Kota Palu,” katanya.

Tak hanya itu, lanjut dia, kerugian negara juga mencapai triliunan rupiah dan terus bertambah setiap harinya.

“Sementara ancaman kesehatan dan keselamatan warga Kota Palu juga semakin nyata dengan peredaran sianida ilegal,” ujarnya.

Pihaknya menuntut kepolisian agar segera menangkap dan memproses hukum para cukong, pemodal, dan pelaku pertambangan emas ilegal sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

“Bongkar jaringan perdagangan sianida ilegal dan tangkap para pelaku perdagangan bahan kimia berbahaya ini hingga ke akar-akarnya,” tegasnya.

Massa aksi ditemui Kasubbid Penmas, Bidhumas Polda Sulteng, Kompol Reky Pilperi Hengsmar Moniung.

Reky mengatakan, aspirasi yang disampaikan massa aksi, merupakan informasi dasar untuk ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian.

“Mari sama-sama kita dukung untuk penertibannya,” kata Reky di hadapan massa aksi.

Namun jawaban tersebut dinilai oleh massa aksi sebagai pernyataan normatif saja dan tidak memberikan solusi.

Olehnya, massa aksi pun memilih membubarkan diri.

Dalam aksi tersebut, YAMMI datang berbekal spanduk, pamflet, dan mobil sound. Mereka berorasi selama satu jam secara bergantian.

Tiga mahasiswa mengenakan pakaian lengkap alat pelindung diri (APD) dan masker berdiri depan pintu gerbang Mapolda dan membawa spanduk bertuliskan “Pertambangan Emas Tanpa Izin di Sulteng Kejahatan yang Dilindungi, Dibiarkan atau Ketidakberdayaan Aparat Penegak Hukum.

Massa aksi juga sempat melakukan pembakaran ban bekas, sebagai simbol bahwa perjuangan atas ketimpangan dan ketidakadilan kepada masyarakat masih menyala di hati para mahasiswa.