PALU – Wali Kota Palu, Hidayat, Selasa (23/01), turun langsung melihat situasi yang terjadi di Kelurahan Mpanau, pasca demo ratusan warga Kecamatan Tawaeli yang berlangsung dua hari lalu.

Wali kota memulai agenda penelusurannya dengan melakukan pertemuan bersama para tetua adat setempat, kemudian menuju lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mpanau.

Meskipun diguyur hujan, wali kota dalam keadaan basah kuyup tetap mengunjungi beberapa sudut lokasi tempat penampungan limbah fly ash yang selama ini dipersoalkan warga.

Wali kota yang didampingi Dandim 1306 dan Wakapolres Palu kemudian melakukan pertemuan kembali di salah satu ruangan Kantor PLTU, dihadiri pula sejumlah warga yang keberatan dengan limbah yang dimaksud.

Beberapa saat kemudian sejumlah masyarakat menggiring rombongan wali kota menuju ke salah satu saluran air yang mengalir ke lokasi PLTU. Namun setiba disana, ternyata saluran air tersebut telah ditutup sejumlah warga yang sama sekali tidak mengizinkan untuk dibuka.

“Kami siap mati disini jika saluran air ini dibuka,” kata salah seorang warga.

Beberapa saat kemudian, nampak warga lainnya bermunculan yang kesemuanya memegang golok. Sempat terjadi ketegangan karena mereka bersikeras mempertahankan hal itu.

Tak lama kemudian, rombongan wali kota pun bertolak meninggalkan lokasi.

Di hadapan warga, Wali Kota Hidayat menyampaikan bahwa setahun terakhir, pihaknya telah banyak menyelesaikan persoalan di Mpanau, diantaraanya mengenai air panas, pengakutan batu bara, suara bising dan getaran tanah akibat PLTU.

“Saya minta kepada kita sekalian untuk memberi waktu kepada saya membenahi PLTU ini. Karena saya tahu bahwa persoalan PLTU ini sudah ada sejak sepuluh tahun yang lalu dan sekrang yang tersisa hanya persoalan fly ash yang sebenarnya juga sudah tuntas jika tidak diganggu,” kata Hidayat.

Dia pu menduga, ada pihak yang coba mengacaukan atau menggagalkan program Pemerintah Kota (Pemkot) Palu dengan cara licik.

“Padahal saya berniat tulus dan ikhlas membangun kota ini. Saya ingin menikmati keindahan kota ini dalam mengisi hari hari tua saya nanti,” ucap Hidayat.

Dia menegaskan tidak akan gentar sedikitpun jika ada oknum atau siapapun yang mencoba menghambat pembangunan dibawah kepemimpinannya saat ini.

“Saya harap kepada oknum yang merasa kurang simpati dengan saya, jangan mencoba mengacaukan program yang saat ini tengah dijalankan. Biarlah ada tuhan yang maha melihat segala sesuatu jika kita dengan niat baik dan tulus tetap disakiti, biarlah kita serahkan semua kepada tuhan segalanya,” ujarnya.

Wali kota berjanji bersama wakilnya akan terus berupaya semaksimal mungkin menyelesaikan permasalahan yang ada, tanpa harus merugikan pihak manapun.

Kompleks PLTU Mpanau. (FOTO: MAL/HAMID)

“Kami juga meminta dukungan kepada seluruh masyarakat Kota Palu atas program-program yang ada. Sehingga apa yang menjadi cita-cita kita bersama dapat terwujud, demi Kota Palu yang kita cintai,” tandasnya.

Dua hari lalu, arus lalulintas di Jalan Trans Sulawesi, tepatnya di Kecamatan Tawaeli, dibuat macet total karena tertutup aksi demo masyarakat setempat. Massa yang berjumlah ratusan itu berasal dari 5 kelurahan di Kecamatan Palu Utara dan Tawaeli, yakni dari Kelurahan Mpanau, Lambara, Baiya, Kayumalue Ngapa dan Kayumaleo Pajeko.

Mereka memenuhi jalan raya dekat jembatan Tawaeli dan melakukan blokade jalanan dengan memasang palang kayu di tengah jalan.

Wakil Wali Kota Palu Sigit Purnomo Said dan Kapolres Palu serta sejumlah pejabat terus berupaya bernegosiasi dengan pengunjuk rasa agar membuka jalan tersebut, namun hingga pukul 15.30 Wita belum juga berhasil.

Demo tersebut menuntut agar pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mpanau meratakan tumpukan limbah B3 ke dalam areal PLTU karena sangat membahayakan warga sekitar.

Mereka meminta agar limbah berupa fly ash dan bottom ash di bantaran sungai, sama dengan timbunan abrasi sungai. Kemudian PLTU juga diminta menutup timbunan buangan limbah fly ash dengan plastik geo membran sesuai kesepakatan PLTU dan Pemkot Palu tahun 2016 lalu.

Selain itu, massa meminta PLTU tidak lagi memproduksi limbah baru selama penggusuran. (HAMID/YAMIN)