PALU – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah (Sulteng) menantang Gubernur Anwar Hafid dan wakilnya, Reny Lamadjido yang baru saja dilantik, untuk mengatasi masalah lingkungan serta menindak pelaku-pelaku perusak lingkungan, dalam 100 hari kerja.
“Masih teringat, sekian banyak janji politik saat kampanye calon gubernur saat Pilkada yang lalu, salah satunya menangani kerusakan lingkungan dari aktivitas pertambangan dan perkebunan sawit skala besar di Sulawesi Tengah,” ujar Wandi, Manager Kampanye Walhi Sulteng, Jumat (21/02).
Kata dia, berdasarkan sumber Momi ESDM pada Mei 2024, sebanyak 678 izin tambang di Sulawesi Tengah. Angka ini terlihat meningkat dari jumlah izin-izin sebelumnya, ini menunjukkan bom waktu yang terus menumpuk.
Hal ini berdampak pada penghilangan wilayah-wilayah kelola rakyat (WKR) melalui praktik perampasan tanah, deforestasi meningkat, kerusakan lingkungan berdampak bencana ekologis yang sangat merugikan rakyat di lingkar tambang.
Dalam kurung satu tahun terakhir 6 kali terjadi bencana ekologis seperti banjir dan longsor disebabkan ketidakadanya keadilan lingkungan dari ekspansi pertambangan untuk kepentingan multinasional corporation maupun corporasi lokal.
“Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 sangat jelas mengamanatkan tentang pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku perusak lingkungan, sangat disayangkan pemerintah daerah dan pemerintah pusat sangat mengabaikan ketentuan undang-undang sekaligus mengabaikan hak-hak dasar rakyat,” katanya.
Belum lagi, kata dia, ancaman bukaan lahan untuk perkebunan sawit.
Saat ini, lanjut dia, sedang hangat-hangatnya program Sulawesi Palm Oil Belt (SPOB) satu juta hektar sawit pulau Sulawesi, termasuk Sulawesi Tengah dengan total luasan 300.000 ribu hektar lahan perkebunan sawit skala besar akan dibuka.
“Sedangkan saat ini total luasan area perkebunan sawit di Sulawesi Tengah 152.598,24 ha sumber dari Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Sulawesi Tengah,” ungkapnya.
Rencana SPOB ini menuai protes dan dipastikan akan terjadi banyak praktik-praktik perampasan tanah, kriminalisasi dan penangkapan, hingga tuduhan pencurian buah sawit di tanah sendiri, seperti dugaan yang dipraktikan hingga kini oleh anak-anak perusahaan perkebunan sawit (AAL).
“Dapat dibayangkan jika SPOB seluas 300.000 hektar terealisasi, dapat peningkatan deforestasi, konflik agraria dan penghilangan WKR akan terus meningkat dari waktu ke waktu,” katanya.
Atas situasi tersebut, katanya, Walhi Sulteng menantang dan meminta serta mendesak Gubernur Sulawesi Tengah yang baru dilantik untuk segera mengevaluasi izin-izin tambang, serta membatalkan program SPOB satu juta hektar lahan untuk perkebunan sawit di Pulau Sulawesi khusus di Sulawesi Tengah.
Reporter : Mun
Editor : Rifay