PALU – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Tengah (Sulteng) terus mendorong evaluasi terhadap izin pertambangan di wilayah Sulawesi Tengah. Praktik pertambangan dinilai masih belum sepenuhnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga memunculkan berbagai kompleksitas masalah, termasuk bencana ekologis.
Hal tersebut disampaikan oleh perwakilan WALHI Sulteng, Wandi, saat menjadi pemantik diskusi dalam acara ngabuburit bertema “Kondisi HAM dan Demokrasi di Industri Nikel”, yang diselenggarakan oleh Fraksi Bersih-Bersih Sulawesi Tengah di Kantor Yayasan Tanah Merdeka (YTM), Jalan Tanjung Santigi, Kota Palu, pada Jumat (7/3) petang.
Wandi mengatakan, bahwa praktik pertambangan di kawasan industri kerap kali melanggar hak asasi manusia (HAM), mencemari air dan udara, serta menyebabkan kerusakan lingkungan.
Wandi menyoroti bahwa tata kelola pertambangan nikel di Morowali dan Morowali Utara belum sesuai dengan ketentuan berlaku. Industri ini lebih berorientasi pada nilai tambah dan rantai pasok, tetapi mengabaikan dampak lingkungan, yang akhirnya memicu bencana ekologis.
“Pada tahun 2023, WALHI melakukan kajian dengan mengambil sampel air di 10 titik sungai. Hasilnya menunjukkan bahwa air tersebut mengandung logam berat yang berbahaya jika dikonsumsi secara terus-menerus,” ujar Wandi.
Wandi juga menjelaskan bahwa meningkatnya permintaan industri global terhadap kendaraan listrik berdampak pada peningkatan jumlah izin pertambangan nikel. Berdasarkan data terbaru tahun 2024, tercatat di Morowali terdapat 65 izin pertambangan, Morowali Utara 35 izin, Banggai 24 izin, dan Tojo Una-Una 1 izin.
“Semua izin tersebut sudah berstatus produksi,” katanya.
Lebih lanjut, Wandi menyoroti ketimpangan dalam eksploitasi nikel. Cadangan nikel di Sulteng saat ini mencapai 147 juta ton, sedangkan kebutuhan tahunan untuk pasokan global hanya sekitar 3,61 juta ton.
“Diperkirakan dalam 15 tahun ke depan, Sulteng akan mengalami krisis sumber cadangan nikel,” tambahnya.
Sejak diberlakukannya larangan ekspor bijih nikel pada 2020, pembangunan smelter di kawasan industri pun meningkat. Hal ini berimbas pada peningkatan penggunaan batu bara sebagai bahan bakar untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menyuplai kebutuhan listrik bagi smelter di Morowali dan Morowali Utara, dengan total konsumsi listrik mencapai 10.000 Megawatt.
Sementara,pemantik diskusi lainnya dari Yayasan Tanah Merdeka (YTM), Aziz, menyoroti permasalahan kecelakaan kerja serta hak-hak normatif pekerja yang belum sepenuhnya dipenuhi sesuai ketentuan berlaku.
Aziz menyebut bahwa Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) beroperasi seperti “negara dalam negara”, dengan aturan sendiri dalam mengelola kawasan industri dan tenaga kerja.
Selain itu, Azis mengungkapkan bahwa pekerja di kawasan IMIP tidak memiliki kebebasan untuk berserikat, sehingga praktik union busting (pemberangusan serikat pekerja) masih terjadi. Padahal, di kawasan IMIP sendiri terdapat sekitar 13 serikat pekerja/buruh.
Untuk mengatasi hal tersebut, Aziz menegaskan bahwa pihaknya terus menggalakkan kampanye melalui media sosial guna memperbarui perkembangan kasus yang terjadi. Selain itu, ia juga mendorong pembentukan rumah perlindungan bagi pekerja perempuan.
Aziz juga menyinggung tragedi kebakaran smelter PT ITSS pada 23 Desember 2023, yang mengakibatkan 21 pekerja meninggal dunia. Peristiwa ini menjadi pengingat akan pentingnya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
“Kami juga terus membangun literasi di kalangan pekerja dan masyarakat sekitar tambang agar terbangun kesadaran kolektif,” ujarnya.
Dalam diskusi tersebut, Sadiq dari Aksi Kamisan menyoroti bahwa industri nikel di Sulteng masih mengadopsi sistem kapitalisme global tanpa memperhatikan keselamatan pekerja. Oleh karena itu, pihaknya terus mengkampanyekan perbaikan standar K3 dalam 59 aksi Kamisan yang telah dilakukan.
Sementara itu, Nanda dari Solidaritas Perempuan (SP) Palu menyoroti dampak industri tambang dan PLTU terhadap masyarakat di Desa Fatufia, Dusun Kurisa.
Nanda mengungkapkan bahwa keberadaan PLTU mempercepat kerusakan atap rumah warga akibat abu fly ash dari cerobong asap.
Reporter: Ikram/Editor: Nanang

