JAKARTA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI telah mempublikasikan analisis tematik isu netraltias Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Analisis tematik ini sebagai tindak lanjut dari rilis Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang sudah dipublikasikan Bawaslu pada 16 Desember 2022 lalu.

Hasil analisis tematik isu strategis netralitas ASN dalam IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 ini merekam 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota yang dijadikan unit analisis.

Sepuluh provinsi paling rawan yaitu, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Banten, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat, Gorontalo dan Lampung.

Sementara untuk kabupaten/kota, tiga daerah di Sulteng masuk dalam kategori rawan tertinggi netralitas ASN, yaitu Kabupaten Poso, Tolitoli dan Kabupaten Sigi.

Kabupaten Poso berada di urutan ke-17, Tolitoli di urutan ke-19 dan Kabupaten Sigi di posisi ke-24.

Selain tiga kabupaten ini, juga terdapat beberapa kabupaten/kota lainnya di Indonesia, antara lain Kabupaten Siau Tagulandang Biaro di urutan pertama, disusul Kabupaten Wakatobi, Kota Ternate, Kabupaten Sumba Timur, Kota Parepare dan Kabupaten Bandung.

Selanjutnya, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Maros, Kota Tomohon, Kabupaten Konawe Selatan, Kota Kotamobagu, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Konawe Utara.

Kemudian, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan, Kota Banjarbaru, Kabupaten Dompu, dan Kabupaten Luwu Timur.

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, mengatakan, analisis tematik netralitas ASN ini dihasilkan dari mengoptimalkan data-data isian instrumen penelitian dari pengawas pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Kata dia, analisis yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan indeks sesuai skor yang dihasilkan, juga dilakukan analisis kualitatif dari pendalaman data-data melalui diskusi kelompok terpumpun dengan melibatkan pengawas pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

“Secara umum berdasarkan data IKP 2024, Bawaslu RI mencatat secara khusus aspek netralitas ASN terjadi di 22 provinsi dan 347 kabupaten/kota dalam berbagai peristiwa pemilu dan pemilihan sepanjang 2017-2020 yang lalu,” ujarnya.

Lanjut dia, ada beragam kejadian yang terekam dalam banyak peristiwa Pemilu 2019 dan Pemilihan 2020 yang menjelaskan pola dan motif yang terjadi dalam menjelaskan ASN yang tidak netral.

“Dalam banyak kasus yang terekam dalam pengumpulan data IKP, terlihat sekali bahwa kejadian dapat ditemui paling banyak dalam proses Pemilihan. Hal ini bisa dipahami karena pimpinan daerah ataupun elit lokal berusaha untuk melakukan tindakan yang memungkinkan terjadinya mobilisasi dukungan yang berasal dari ASN,” ungkapnya.

Ia juga menjelaskan pola dan motif yang biasa terjadi, antara lain mempromosikan calon gubernur/wali kota/bupati yang diusung dalam sosial media yang dimiliki oleh ASN sebagai individu yang disertai dengan pernyataan dukungan secara lugas kepada calon tersebut.

“Bagi pejabat yang memiliki kewenangan dalam mobilisasi sarana dan prasarana serta program kerja, mereka juga dapat menggunakan fasilitas yang dimiliki untuk mendukung promosi kepada calon tertentu ataupun dukungan program yang memungkinkan seorang kandidat dapat memanfaatkan program atau kegiatan tersebut,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut dia, ada pola secara eksplisit, di mana ASN yang terlibat dalam kampanye di luar ruang untuk mendukung calon tertentu.

Sementara itu, kata dia, motif terjadinya pelanggaran netralitas ASN lebih banyak didominasi karena usaha yang sedang dilakukan oleh ASN bersangkutan untuk dapat mempertahankan posisi jabatan yang dipegang saat itu ataupun usaha untuk dapat mempromosikan dirinya dalam rangka mendapatkan peruntungan dengan mendukung calon tertentu.

“Motif yang lain adalah adanya hubungan kekerabatan antara ASN bersangkutan dengan tim sukses ataupun calon yang berkompetisi dalam Pemilu ataupun Pilkada,” katanya.

Penyebab pelanggaran lainnya adalah rendahnya pemahaman ASN mengenai regulasi netralitas dalam melakukan tindakan-tindakan penyebarluasan dukungan baik yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak. Kata dia, ASN merasa memiliki posisi yang tidak berbeda dengan masyarakat awam dalam mengekspresikan dirinya dalam mendukung calon tertentu, padahal ada aturan melekat dalam melarang aktivitas tersebut.

“Dari beberapa motif yang ada, sebagian besar menunjukkan bahwa pelanggaran biasanya dilakukan oleh staf, bukan pejabat. Padahal perintah ataupun intervensi untuk melakukan hal tersebut berasal dari pimpinan ataupun pejabat yang berkuasa. Sehingga, korban yang biasanya menjadi pelanggar berasal dari level staf,” ujarnya.

Untuk itu, kata dia, Bawaslu memiliki beberapa langkah strategi untuk mendorong pengawasan netralitas ASN semakin lebih baik.

Strategi yang sedang dan akan ditempuh, di antaranya merekomendasikan kepada KASN dan stakeholders terkait seperti Kemendagri, BKN, KemenPAN RB untuk mengintensifkan program sosialisasi netralitas ASN dalam berbagai bentuk aktivitas baik secara offline ataupun online.

Selanjutnya, mengoptimalkan patroli siber Bawaslu untuk memantau perkembangan dalam pengawasan netralitas ASN yang biasanya banyak terjadi di sosial media. Bawaslu juga dapat bekerjasama dengan KASN untuk mendorong kegiatan ini secara simultan.

Bawaslu juga mendorong penguatan komunikasi dan koordinasi lintas stakeholders dalam memantau secara intensif perkembangan isu-isu terkait netralitas ASN bersama KASN, BKN, Kemenpanrb, Kemendagri ataupun Kepolisian. */IKRAM